Halloo!

Perkenalkan, Saya Eko Surya Winata!

Knowledge is Power

"Tulisan ini ngawur, sama kayak yang nulis" - Ayah

Tulisan Berbahaya!

"Maksudnya apa sih ini?" - Ibu

www.twitter.com/ekoswinata

Berteman dengan Eko Surya Winata di Twitter

Salam Kenal

Menulis Adalah Kerja untuk Keabadian!

Minggu, 25 Maret 2012

Mary Wollstonecraft dan Feminisme

Tulisan ini aku ambil dari tweetku di http://www.twitter.com/@ekoswinata


Bagi Mary Wollstonecraft perempuan mendambakan cinta dari laki-laki idamannya, bermimpi hidup bahagia dalam pernikahan, kenapa? Karena hidupnya kosong!. Mengapa hidup perempuan itu kosong? Karena hak-haknya untuk mengisi-membahagiakan hidupnya dirampas ol laki-laki. Kenyataan dalam keluarga patriarki istri adalah pihak yg ditundukkan, dicabut hak pendidikan tinggi dan peran sosial, maka tidak ada cinta. Dalam keluarga patriarki  cinta datang dari agen aktif yg bernama laki-laki tapi kenyataannya energi itu adalah penaklukkan.

Curigailah kalo seorang laki-laki ngotot menyatakan cinta, karena baginya itu adalah energi penaklukkan. Dalam dunia patriarki adalah haram jika perempuan aktif menyatakan cinta dan sebagai agen aktif pula untuk memelihara pernikahan. Kalo Wollstonecraft  bilang hidup perempuan itu kosong dan berharap diisi oleh cinta laki-laki maka jelaslah itu pesan agar perempuan jangan iba-iba begitu. Mary Wollstonecraft adalah feminis inggris termasuk penggerak awal apa yg disebut feminisme, abad ke-18-19.


"Perkawinan paling oke kalo dibangun di atas relasi persahabatan dan saling hormat daripada cinta" (Mary Wollstonecraft)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sindrom Misogyny!

Misogyny itu kebencian laki-laki terhadap perempuan karena dianggap perempuan biang kekacauan, kebiadaban, juga biang kejatuhan manusia ke dalam dosa. Misogyny hidup dari cerita-cerita rakyat, tentang nenek sihir/perempuan-perempuan jahat yg harus dibasmi, cerita-cerita yang dibuat oleh laki-laki untuk jatuhkan moral perempuan.

UU pornografi bisa dikatakan dibuat berdasarkan perspektif misogyny, tubuh perempuan harus diatur karena jika tidak sangat berbahaya bagi laki-laki

Sebenarnya munculnya Misogyny adalah kamuflase dari kelemahan laki2 sendiri yg sering tak mampu mengendalikan diri (nafsu), kemudian perempuan yang disalahkan. Misogyny subur sekali dlm ruang publik modern, kepemimpinan perempuan yg suka dinilai lembek, tak tahu apa-apa atau biang malapetaka, misalnya.

Misogyny itu suatu sikap penyangkalan laki-laki yang paling mandasar, bahwa ia lahir dari rahim, jelas dr tubuh perempuan. Penyangkalan laki-laki atas tubuh perempuan yang melahirkannya itu lalu dilanjutkan dengan upaya menguasai tubuh perempuan. Pemerkosaan atas perempuan jelas muncul dri sikap misogyny, tubuh perempuan sebagai pelampiasan kebencian campur nafsu laki-laki yang tidak terkendali. Serangan laki-laki atas tubuh perempuan dianggap hanyalah pelampiasan dendam bawah sadar yg perlu dimaklumkan - misogyny.


Berapa banyakkah dlm tiap hari perempuan korban pelecehan seksual, pemerkosaan, diskriminasi,dll di dunia? Itu adalah bagian dr praktek misogyny!

Kasus terdekat dari korban misogyny tak lain dalam rumah tangga, tentu jika ada laki-laki di dalamnya yg terjangkit oleh penyakit patriarki ini!


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 21 Maret 2012

Teknologi Memudahkan Manusia Mengontrol Segala Hal, Kecuali Teknologi Itu Sendiri

Teknologi pada awalnya adalah usaha untuk memudahkan manusia. Kemudian dari teknologi menjadikan manusia lebih punya banyak waktu merenung. Dengan teknologi, hidup manusia mestinya bisa diperdalam dan diperkaya. Waktu manusia tak sepenuhnya tersita hanya untuk bertahan hidup. Tetapi, manusia seringkali larut dalam teknologi, menggantungkan diri kepadanya. Dan teknologi melampaui kemanusiaan.

Kini, sepertinya teknologi memungkinkan manusia mengontrol sejuta hal, kecuali teknologi itu sendiri. Jika awalnya, "techne" bagian dari usaha untuk memahami dunia, kini tampaknya teknologi menjadi bagian dari usaha mengaburkan dunia. Teknologi ikut membentuk kesadaran akan dunia, yaitu kesadaran yang dibengkokan dari kenyataan. Itu terjadi sebab hidup diciutkan sebatas teknik. Teknologi dalam penghayatan manusia modern menjadi sihir yang seakan-akan dapat mewujudkan apapun yang diinginkan dalam waktu sekejap.

Kehausan akan teknologi berakar pada fetisisme komoditas; kecintaan akan komoditas yang irasional dan tak pernah terpuaskan. Bercinta dengan teknologi menjadi hal umum saat ini; relasi yang menempatkan manusia sebagai hamba penurut apapun yang ditawrkan teknologi. Teknologi adalah anak peradaban yang selalu bersaing dengan kebudayaan dalam mengarahkan hidup manusia. Peradaban adalah hasil usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan sebagai makhluk alamiah. Kebudayaan adalah hasil usaha manusia sebagai makhluk spiritual. Sebagai anak peradaban teknologi selalu membidik naluri manusia untuk mendapatkan kenikmatan dan menghindari ketakutan; melemahkan pikiran. Tentu saja tanpa peradaban dan teknologi, manusia terbelakang. Tapi menggantungkan diri sepenuhnya pada teknologi, manusia tak kemana-mana.

Pada awalnya teknologi meniru alam. Kini alam meniru teknologi. Tiruan melampaui aslinya. Alam terpuruk, kesadaran puas dipermukaan saja. Dulu pernah teknologi adalah perwujudan hasrat untuk menyempurnakan alam. Kini teknologi adalah hasrat memperburuk alam. Keyakinan akan teknologi seringkali berbanding terbalik dengan keyakinan akan nalar. Padahal teknologi adalah turunan nalar. Paradoks!

Netralkah teknologi? Atau sejak awal ia memihak hasrat berkuasa? Kini seakan-akan teknologi memiliki kehendak sendiri dan manusia takluk. Berbahagialah kita punya teknologi. Meski karenanya kita harus berjuang menepis sihirnya. Teknologi punya semua daya tarik untuk melenakan. Determinisme teknologi, meski seperti tak terhindarkan, harus selalu dilawan, bukan dengan phobia teknologi, tapi dengan setia pada hidup.


"Technology... Is a queer thing. It bring you great gifts with one hand, and it stabs you in the back with the other." - Carrie P. Snow


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 13 Maret 2012

Sekolah

Seorang pemuda telah datang ke rumahku. Dia adalah kawanku, seorang guru sekolah dasar di mana salah satu sepupuku sekolah di sana. Aku berkata kepadanya : “jika untuk bisa membaca dan menulis, tentu saja aku bisa mengajarkan dia di rumah. Jika untuk membuat dia menjadi banyak tahu akan ilmu, untuk itu tentu saja dia di rumah bisa membaca banyak buku dan aku ajarkan untuk menjelajah dunia maya”.


Guru sekolah itu bertanya: “Wahai engkau yang oleh dosen-dosenmu dipanggil siswa, sebab apakah sepupumu tetap engkau suruh untuk sekolah?”. Aku menjawab, yaitu setelah memakan kue: “Mereka harus bertemu manusia lainnya, untuk mendidik perasaan dirinya, bagaimana seharusnya dia bersikap atas adanya rasa benci selain cinta, untuk mendidik perasaan dirinya, bagaimana seharusnya dia membawa diri atas adanya rasa kecewa selain suka. Sebab setiap hal yang berhubungan dengan manusia, wahai engkau, akan selalu berkaitan dengan perasaan hatinya.”


“Untuk mendidik sehingga bisa memahami orang lain dan memahami dirinya sendiri agar kelak menjadi dirinya sendiri yang tahu diri dan berbudi luhur di dalam hidup bermasyarakat.” Guru sekolah itu tersenyum lalu berkata : “Kami dengar wahai engkau yang oleh dosen-dosenmu disebut siswa. Maka adakah hal lain yang ingin engkau sampaikan?”. Maka jawabku kepadanya : “Perbanyaklah waktu istirahat”.


Berkata juga aku kepadanya, seraya aku memijit punggungnya karena katanya dia sedang merasa pegal linu: “Dengarlah, Kawan, pada dasarnya semua orang sudah bisa baca tulis, tetapi adakah semua orang bisa membuat karya tulis? Pada dasarnya semua orang bisa mudah menekan gas dengan sekuat dia bisa, tetapi ketahuilah olehmu untuk bisa ngebut sangat dibutuhkan nyali.”


Berkata juga aku kepadanya: “Bagiku, maafkan jika aku salah, tetapi ruang kelas adalah bagai kurung untuk beo yang kau ajar bicara. Hendaknya ajaklah mereka pergi ke atas bukit, bertemu dengan dua bersaudara yang dianggap gila pada masanya yang justru oleh karenanya kita sekarang menikmati kapal terbang. Ajaklah ke kamar mandi, yaitu ke tempat di sana Archimedes mengutarakan Eureka atas hal yang telah dia dapatkan, yaitu apa yang selama ini dicarinya. Ajaklah pergi ke tempat berdebu karena Tagore adalah dia yang bicara kepada kita : “Anak-anak adalah mereka yang bersama debu”.


Dan juga berkata kepadanya : “Wahai, Kawan, tidakkah sampai kepadamu kabar, bahwa cabai kecil yang kita makan akan lebih terasa pedas daripada gambar satu bakul cabai di papan tulis?” Dia berkata: “Nah itu, bagian kiri dari punggungku rasanya pegal sekali”


Dan juga berkata kepadanya: “Wahai dikau yang oleh sepupuku dan kawan-kawan sebayanya dipanggil Guru. Pengetahuan rumus Einstein yang engkau berikan kepada murid-muridmu adalah rumus dari seorang Einstein yang berkata : ‘Imaginasi lebih utama daripada pengetahuan’”. Dia menjawab: “Kami dengar tentang itu, wahai Siswa.” Kataku kepadanya: “Mudah-mudahan bukan Cuma menjadi kata-kata hiasan yang engkau sampaikan kepada murid-muridmu.”


Dan juga berkata kepadanya: “Engkau sendiri sesungguhnya mengatakan kepada murid-muridmu bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik”. Maka, katanya kepadaku: “Demikianlah, kami hanya menjalankan kurikulum yang sudah diberikan oleh mereka”


Aku berkata: “Siapa pun mereka, maka katakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya bukan kurikulum yang harus selalu diubah, melainkan sikap dan pandangan masyarakat terhadap sekolah. Karena ketahuilah olehmu, bagi masyarakat, mereka menyekelohkan anaknya adalah untuk bisa mendapat ijazah, bukan ilmu.”


”Berharap ilmu sehingga tahu, berharap ijazah sehingga kerja, berharap kerja sehingga kaya, berharap kaya sehingga senang, berharap senang sehingga apa?”


Dan berkata kepadanya: ”Masihkah engkau berkata kepada murid-muridmu: ‘Jangan berpikir aneh-aneh, ikuti instruksi guru saja. Padahal, engkau tahu seorang genius adalah mereka yang dianggap aneh pada zamannya.”


Dan berkata kepadanya: “Sesungguhnya ini adalah hal yang membuatku bingung: manakala kita mengetahui bahwa perbedaan adalah sebuah rahmat, tapi mengapa justru kita menganjurkan murid-murid berseragam.” Dia tertawa dan katanya : “Aku tidak pernah memikirkan soal itu, Guru.”


Dan juga berkata kepadanya: “Tidakkah ini akan membuat engkau menjadi bingung sendiri? Guru PKN bilang bahwa semua agama itu benar, sedangkan guru agama bilang hanya satu agama yang benar?”


Dan berkata kepadanya: “Ketahuilah olehmu apa yang aku pikirkan tentang syair lagu ‘Taman yang paling indah adalah taman kanak-kanak’, syair lagu itu pasti bukan kalimat yang keluar dari hati nurani anak-anak TK, karena anak-anak tahu ada Dufan dan Walt Disney Park.” Dia berkata: “Benar, Siswa atau kau bisa kupanggil Guru.” Kataku kepadanya: “Jangan mengatakan benar hanya karena agar aku memijatmu.” Katanya: “Insya Allah tidak, Guru”


Dan berkata kepadanya: “Menuntut ilmu ke sekolah, tidaklah ini aneh bagimu? Karena kalau mau menuntut, seharusnya pergi ke kantor polisi. Menuntut ilmu ke sekolah malah akan dituntut balik oleh sekolah untuk membayar karena sudah menuntut ilmu di sekolah.” Dia memandangku dan tertawa, lalu berkata: “Guru pasti sedang bercanda soal ini.” Jawabku kepadanya: “Ya, engkau benar.” Lalu, aku lihat dia menangis, maka tanyaku kepadanya: “Mengapa engkau menangis?” Dia menjawab: “Agar menjadi dramatis, Guru”. Aku tersenyum dan menggeram: “HAHAHA….terima kasih”.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 12 Maret 2012

GALAU DAN EKSISTENSIALIS


Galau adalah perasaan yang kau besar-besarkan untuk menguasai dirimu. Dia adalah wajar, begitu mempesona dan kau menginginkannya” (Winata: 69)

Galau itu gejolak pikiran dan pikiran itu penjamin eksistensi (ujung-ujungnya pilihan). Galau muncul karena kenyataan tak sesuai dengan yang diharapkan lalu jadi gelisah dibawa ke pikiran, nah mikir deh. Tapi pikiran juga jadi galau soalnya belum aja menemukan relasi yang oke antara hal-hal yang dipikirkan apalagi membayangkan suatu keputusan nanti. Kalo galau dibawa ke pikiran lalu mencoba tenang dan merangkai satu hal dengan lainnya, dapat titik temunya, nah itu asyik tuh jadi pemikiran.

Pointnya: galau itu sumber pengetahuan/ pemikiran, renungkan, dengan galau beranilah hadapi realita. Berat sih, ga sanggup? Paling larinya doa. Tapi kalo minjem kategori dari filsuf pencipta aliran filsafat eksistensialisme, Soren Kierkegaard, pemikiran galau itu masih tahapan dasar, estetik. Maksudnya bukan sekedar esteik = indah, tapi estetik = keindrawian. Galau estetik, sudah dalam pemikiran namun masih mudah tergoda oleh perubahan kongkrit (Inspirasi dari Kiekergaard). Galau-etis, pemikiran galau yang menyangkut dengan keputusan atau tindakan subjektif atas orang lain, menerima atau menyangkalnya. Galau-religius, nah ini baru kalau galau tak bisa dipecahkan oleh tahap estetik dan etis, lompatlah ke Tuhan (Inspirasi dari Kiekergaard).

Jadi tahap-tahapan galau itu, yang terinspirasi dari Kiekergaard: Manusia harus lebih dulu ngurusin soalnya sendiri, jangan langsung lompat pada Tuhan. Kiekergaard pernah kena galau-etis, sudah siap-siap nikah tau-tau batal seketika karena ketakutan kalo cintanya justeru tidak membebaskan. Itu persis Arthur Schopenhauer, tapi tak ada tahapan. Langsung ke “Die Leiden” (Nikmat itu Derita). Ya, Schopenhauer itu yang memperkenalkan galau dengan hashtag #nowplaying. Seni dan musik untuk kontemplasi kehendak pribadi. Schopenhauer itu galaunya kebangetan. Ngegabungin filsafat timur – Kant theorem dan Filsafat Weda – Upanishad.

Umumnya para eksistensialis galau-gagal dalam soal cinta (wanita)? Contoh Nietzsche, Kafka, Camus, Goethe. Nietzsche mau kawin dengan Lou Salome, tapi tidak diijinkan ibunya, ditambah sakit. Sartre punya kekasih meski hanya punya hubungan tanpa nikah dengan Simone Beauvior seperti Heidegger dan Hanna Arenth.

“Indahnya cinta tanpa perlu ikatan lembaga dan yang bisa dipertahankan bersama sampai liang kubur”. (Sartre)

"Cinta itu sejatinya hanya cukup untuk dirasakan. Bila kau menginginkannya itu sudah bukan cinta lagi, melainkan nafsu"  (Winata:69)

Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 10 Maret 2012

Andai Nabi Adam Punya Ibu Mungkin Ia Tak Akan Nakal Makan Buah Khuldi

Kau mengajari aku mengucapkan kata-kata baru

Kaulah yang menghendaki aku mengucapkan kata-kata bagus

Kau adalah yang tidak membunuhku selagi masih bayi

Kau adalah yang tidak mengutukku hingga menjadi batu

Kau lebih tinggi dari aneka macam sorga

Kau lebih harum dari aneka wangi bunga

Kau adalah yang malu disaat diriku berbuat memalukan

Kau adalah yang lunglai disaat kutinggal pergi

Kau adalah yang tulus menyelipkan namaku pada tiap ucap doamu

Kau adalah yang menanyakan kabarku disaat ku tinggal jauh

Kau adalah yang berkata "Jangan Kecewa, Sabar Sayang"

Kau adalah yang kusebut namamu dengan getar kupanggil engkau "Ibu"


"Ibu, ketika engkau tersenyum padaku, cinta tak perlu lagi kucari darimu"


Published with Blogger-droid v2.0.4

WAWANCARA IMAGINER ARISTOTELES



Aristoteles: “Hai Eko bangun.. sudah pagi, nanti keburu rejekinya dipatok ayam”

Eko            : “Hah, oh iya om, gapapa saya bangun siang biar ayamnya matokin semua rejeki, jadi nanti ayamnya tinggal saya makan”

Aristoteles: “Hmmm.. Eko dengarlah”

Eko        : “Kenapa?”

Aristoteles:: “Wahai Eko, mempelajari politik bagiku ialah mempelajari jiwa sebagai virtue and happines”

Eko        : “Hah?”

Aristoteles: “By human virtue we maen not that of the body but that of the soul, and happiness also we call an activity of soul”

Eko        : “ Apa itu maksudnya, om?”

Aristoteles: “Manusia muncul sebagai diri berkesadaran (subjek) berhadapan dengan dunianya sebagai kesatuan di luar dirinya (objektif). Sebelumnya manusia hadir sebagai bagian dari alam (kosmos) namun dengan kesadaran diri sebagai makhluk rasional, manusia hadir sebagai entitas mandiri. Manusia menjaga jarak dengan alam dengan pertanyaan mendasar apakah benda-benda atau kosmos? Siapakah manusia?”

Eko        : “Mmmh.. terus?”

Aristoteles: “Dengan pertanyaan ini relasi mitis antara manusia dengan alam terputus. Alam sekarang dilihat sebagai kesatuan harmoni atau logos atau sistem. Manusia pun melihat dirinya sebagai makhluk rasional. Manusia dan alam sama-sama dianggap memiliki substansinya masing-masing namun punya perekat-rasionalitas.”

Eko        : “Hmm.. terus korelasinya dengan statement tadi apa?”

Aristoteles: “Manusia tidak saja dilihat sebagai individu yang berpikir dalam menjadi manusia karena kehadiran manusia lainnya sebagai relasi sosial (polis). Maka yang menjadi fokus dari problem individu-sosial ini yakni bagaimana hakekat makhluk rasional ini mewujud dalam sosial?

Eko        : “Hmmm..  (mikir)

Aristoteles: “Etika dan politik seperti satu koin dengan dua wajah dalam filsafat tentang nilai dariku. Apa yang menjadi tujuan dari tindakan manusia dalam hidup bermasyarakat bagiku ialah KEBAHAGIAAN.”

Eko        : “Ohya, itu saya juga ga menolak”

Aristoteles: “Dengar Eko”

Eko        : “Siap gerak”

Aristoteles: “Menurutku manusia ialah makhluk rasional, aku yakin tindakan manusia pun akan terarah dengan benar yakni pada kebahagiaan itu. Dengan hakikat manusia sebagai makhluk rasional, segala tindakannya pasti akan diperhitungkan demi sebuah tujuan. Yaitu tindakan bertujuan (teleologis)

Eko              : “Maksudnya? Dia datang darimana om? Sok tahuku tak ada manusia egois yang mampu hidup dengan manusia egois lain,melainkan dirinya sendiri. Ketika kita berhadapan dengan manusia egois, bukankah kita juga menjadi egois, karena kita mengharapkan ia sesuai dengan kemauan kita.

Aristoteles: “Tindakan-tindakan yang membawa kita pada tujuan akhir yaitu kebahagiaan muncul dari jiwa (soul) yang mampu melihat kebaikan (good).

Eko        : “Hmmm..”

Aristoteles: “Dalam jiwa kita mengenal adanya kehendak dorongan bagaimana tindakan untuk yang baik itu bisa mewujud pada masyarakat. Jiwa menunjukkan karakter seseorang bagaimana dia berinteraksi dan bertindak bagi kebaikan bersama tanpa kehilangan kediriannya yang rasional.”

Eko        : “Berati apakah aku harus menyesal duduk di kursi kuliah jurusan politik?”

Aristoteles: “Kamu sudah besar, Rolling Stone bajumu. Engkau harusnya kecewa kenapa kau menyesal setelah tahu bahwa menyesal itu tidak berguna.”

Eko        : “Iya”

Aristoteles: “Wahai Eko, hal yang baik muncul dari jiwa dan memungkinkan bangkitnya kebaikan bersama sebagai jiwa masyarakat . Kamu sudah benar belajar di politik, lakukanlah demi kebaikan bersama.”

Eko        : “Oke banget. Om Aris”

Aristoteles: “Yang harus kau sedihkan adalah bila kau belajar untuk berhenti belajar. Berbahagialah”

Eko        : “Siap boss”

Aristoteles:  “Yasudah, salam ya buat keluarga”

Eko        : “Iya nanti saya sampaikan, Eh iya om terima kasih ya”

*) Cerita ini diambil ketika saya tidur

Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 08 Maret 2012

Sedikit Kisahku tentang An Arch y

Tanya Jawab Winata, Peringatan Hari Kemerdekaanarkis Indonesia.

Tempat : di Pemukiman rumah saya, yang ada akuariumnya

Waktu: 16 Agustus 2011, Pukul 19.58 Waktu Hongaria


By: Winata, Eko Surya


Guntoro_Saputro:  “Apa bedanya anarki, vandalisme, kriminalisme? Semuanya sama-sama merusak dan merugikan negara”

Ekoswinata: “ Anarkisme sejarahnya adalah gerakan kemanusiaan, membebaskan ketertindasan rakyat dari kejamnya penguasa lalim!”


Disinyalir bahwa kerusuhan di Inggris dikerahkan lewat twitter  (Wiih ternyata emang keren jejaring sosial ini!). Polisi Inggris menyebut penjarahan di distrik totenham itu “kriminal opurtunis”. Kalo polisi indonesia menyebut kayak gitu, “anarkisme”, sok tapi norak!


Andro: “Kak vandalisme itu apa? Hehehe”

Ekoswinata: “Kalo vandalisme itu kamu ngerusak telpon umum atas dasar kamu ga punya lawan main smack down. Atau dalam bahasa lain, kegiatan perusakan atas dasar iseng-iseng”


Kelompok anarkisme inggris pun menolak penjarahan atau aksi perusakan apa pun diidentikan dengan anarkisme.

Label anarkisme jadi negatif ada sejarahnya, awal-awal abad 20, terutama di amerika ketika Emma Goldman dan A Berkman menyatakan perang atas kapitalisme. Kapitalisme maupun negara selalu merasa terancam atas sikap anarkisme yang meyakini tiap kejahatan muncul oleh kolaborasi kapitalis dan aparat. Di Indonesia anarkisme dilabeli dengan tindakan destruktif, masa Orba dikaitkan dengan cara-cara PKI, OTB (Organisasi Tanpa Bentuk). Bahkan filosofi anarkisme semata diidentikkan dengan komunisme, sosialisme tanpa memperhitungkan luasnya filosofi anarkisme itu. Orba melakukan sapu bersih atas isme-isme yang dianggap berbeda dengan pancasila buatannya, termasuk anarkisme bahkan mendiskredit para pahlawan (Soekarnois)


Erwin: “McCarthyism berperan engga dalam stigmatisasi anarkisme?”

Ekoswinata: “Sangat mungkin kalo melihat kasus sebelumnya di Amerika, parno atas komunis, FIRST RED SCARE! ”


Banyak yang belum tahu kalau Soekarno itu sangat bersimpati pada “anarkisme” yang dianggapnya positif dan memberikannya semangat melawan penjajah. Paska reformasi otoritas telah mempersiapkan label represif lain bagi para anarkis: terorisme. Itu akan dikuatkan di dalam UU. Melabeli negatif atas sebuah konsep dengan tidak menguasai inti atau makna konsep tersebut termasuk melakukan “kekerasan simbolik”! Tak Beradab!. Kekuasaan memang kerjanya mengkorup makna bukan saja duit dan eksploitasi tenaga manusia, maka wajar muncul anarkisme untuk melawannya. Bagi yang punya perasaan sangat besarlah potensinya menjadi anarkis kalo menyaksikan aparat sukanya menindas dan hukum hanya untuk yang kuat duitnya.


“Jika dirimu berbeda, semua orang disekitarmu menginginkan kau sama dengan mereka. Terdidik menjadi fasis? (Winata:69)”


Sendi: “ Foucault anarkis kan ya ko?”

Ekoswinata: “Lacan, Foucault, Barthez, dll penganjur semiotik itu anarkis, Sendi”


Anarkisme itu ada dimana-mana, memang ada yang menganjurkan perlawanan konfrontatif dengan aparat atau penguasa, ada juga yang melawan secara diam seperti Gandhi. Dalam sejarah, tak pernah terlihat gerakan anarkis melakukan perlawanan horisontal, selalu dengan pemerintah dan kapitalis yang eksploitatif. Gerakan anarkis yang konfrontatif dilakukan Bakunin, penghujung abad 19 yang merasa memang sudah waktunya melakukan perlawanan keras pada penguasa lalim. Perlawanan keras Bakunin atas penguasa lalim Rusia saat itu sampe pake molotov, mencuatnya imej anarkisme = molotov, bakunin terdesak, kalah. Bakunin pengikut ajaran Marx tapi menganggap Marx masih cemen karena ga mau langsung bergerak lawan pemerintah dan kapitalisme barbar. Di Amerika “murid” bakuni, anarkis Emma Goldman, imigran dari Lithaunia, lakukan cara yang sama, perang atas kapitalisme, ditangkap/dideportasi.


_dwiprayitno_: “Bill Clinton dalam kampanye Presiden periode pertama punya jargon: “ It’s all about economy, stupid !”

Ekoswinata:  “Bill Clinton semasa mahasiswanya ikut gerakan anarkisme kultural, Counter-Culture!”


Pacifism dan Pluralism turunan dari anarki. Hahaha jadi ya aneh kalo mengaitkan anarki dengan aksi kekerasan.


“Pacifism dan pluralism turunan dari anarki. Hahaha aneh kalo mengaitkan anarki dengan aksi kekerasan. (Winata:69)”


Tuan, sejarah anarkisme, dari sebutan “anarkisme klasik” hingga “postanarkisme”, tonggak peristiwanya dari revolusi perancis. Berbagai aliran pun menghidupinya; Liberalisme, sosialisme, komunisme, eksistensialisme, poststrukturalisme, dll. Dua hal umumnya dikenal dari anarkisme atau pemikirannya; Secara positif  sebagai gerakan kemanusiaan, secara negatif anti pemerintah/negara/hukum. Batasan positif/ negatif anarkisme jelas muncul dari literatur-literatur kritis/ akademis, secara praktis tak ada batasan itu yang penting lawan penindasan!. Anarkisme liberal/ eksistensialisme mengedepankan kebebasan individual mengatasi sosial, hukum dan negara.


Kresna: “ Kalo mengikuti teori yang ada berarti sudah ga anarkis lagi. Terpatron sih”

Ekoswinata: “Ga gitu juga, perlu alasan kuat untuk bertindak tapi tidak harus terpaku pada alasan-alasan itu.”


Andre_Dewata: “ Apa membangun dan memperbaiki tatanan sosial masyarakat itu anarkisme?

Ekoswinata: “Anarkis Joseph Proudhon, “Saya hancurin maka harus saya bangun”


Anarkisme sosialisme gerakan melawan akumulasi atau pemilikan pribadi yang dianggap sebagai hasil rampokan kapitalis bersekutu dengan aparatur.


Andre_Dewata: “ Kalo itu saya asumsikan revolusi”

Ekoswinata: “Anarkisme memang menghendaki revolusi Perancis, Lenin, Gandhi, dan Soekarno”


Tapi anarkisme revolusi untuk siapa/ apa? Bikin negara atau pemerintahan artinya bukan lagi anarkisme.


“Semata untuk Kebebasan Setiap Orang”.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 07 Maret 2012

SUNYI

By: Eko Surya Winata


“Yang melingkupiku kini bukanlah keterkucilan, melainkan kesunyian yang indah. Pepohon di hutan ini pun bicara, bernyanyi, berpuisi; sopan, tak menggurui. Burung-burung berkicau menyuarakan kemerduan, bukan menyerapahkan makian. Rekah bebunga adalah kabar gembira tentang buah jerih payah yang bakal tiba. Tebing-tebing landai menyajikan damai. Reranting kuning merentang kenangan”


“Hai Winata, yang kau sering panggil itu diriku. Janganlah kau berharap puja untuk jaya dan lemah bilah dicaci. Karena sesungguhnya tidak ada yang suka dihina, termasuk aku; Tetapi keinginan untuk mendapat pujian sudah termasuk menghinakan dirinya. Dengarlah wahai diriku, setiap manusia akan melupakan apa yang dia mimpikan, apa yang dia harapkan, cita-citakan, yang dia permasalahkan, pada saat dia tidur; Karena sesungguhnya manusia hanya butuh tentram.”


“Oh inikah aku? Yang selalu bersama diriku dan selalu merasakan sunyi di malam harinya? Cobalah lihat semut di sampingku. Dia adalah yang berkata bahwa dirinya lebih hebat dari manusia. Dia tahu dengan keluar dari sarang dia akan terinjak, tergilas, terbunuh dan mati, namun demi mencari makan dia tetap membiarkan dirinya pergi keluar. Wahai Winata, hendaknya ajaklah diriku bertemu dengan seekor tikus, karena dia adalah yang tetap tinggal di tempat yang orang bilang kotor, menjijikan, jorok, hina; Namun ia tetap singgah di sana meski kita beri dia lantai yang berlapis emas. Dengarkan aku lagi wahai diriku yang mereka panggil kau itu aku, bila kau seekor kucing dan sekarang sedang tren menggong-gong; Maka janganlah kau ikut kursus menggong-gong, mungkin kau akan bisa, tapi apa kata orang bila melihat kucing yang menggong-gong. Winata, kita tahu bahwa laut itu indah, di sana terdapat banyak karang. Namun kita adalah ikan tawar, kita lebih memilih empang.”


“Duhai Winata, Hendaknya kau perlu berterima kasih pada matahari. Karena ia yang menyerap air di lautan, selokan, lubang-lubang di jalan, ingus di lubang hidungmu, dan air di mata hatimu. Lalu ia bersembunyi kala senja seakan tak harap puji. Dan langit di malam hari juga membawamu pada suatu kesadaran, bahwa ada benarnya teori relativitas Einstein; Bintang-bintang yang kau lihat sekarang barang kali adalah bintang yang sudah punah beribu tahun yang lalu, dan sinarnya baru sampai ke bumi; Sama halnya dengan mereka yang telah mendahului kita, mereka memang sudah tiada, tapi mereka masih ada di sini dalam karya, sensasi dan fantasi”


“Kau tahu bahwa sesungguhnya setiap manusia itu egois. Ketika kau beranggapan mereka egois, sesungguhnya kau juga egois, karena mengharapkan mereka sesuai dengan yang kau mau. Dengarlah Winata yang kucintai, sesungguhnya tidak ada manusia egois yang cocok dengan manusia lain melainkan dengan dirinya sendiri. Tetapi sunyi dalam kesendirian itu adalah keadaan yang tidak baik. Kau harus bertemu manusia lain, agar tahu bahwa kau tidak sendiri di bumi."


“Hai Winata yang aku meyakini hari terindah bagi ibumu adalah ketika kau dilahirkan ke bumi; Janganlah dirimu merasa malu, itu sudah menjadikan bukti bahwa kau ingin dinilai. Kau pun tahu, membuat orang lain senang adalah cara untuk membuat dirimu senang. Lakukan apapun untuk dirimu sendiri, bukan karena hal di luar dirimu. Aku mencintaimu, namun maaf aku lebih mencintai diriku”


“Kau puisi yang mustahil terwakili oleh diksi. Kata-kata lunglai di hadapan keelokanmu yang tak tepermanai. Bunyi bungkam citra pun buram, hanya kalbu sanggup bersitatap denganmu. Tak sehelai pun tali terlihat, tapi padamu aku terikat”


*) Lalu temanku telpon, mengingatkanku kalo besok ada kursus loncat indah jam 7 pagi.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Surat Untuk Kawanku Soekarno



Salam sayang,

Kau tahu kapan aku sedih ketika senang, dan senang ketika sedih? Ya, ketika tak ada teman berbagi. Karno, Sebuah Kemerdekaan tanpa jaminan hak warga negara untuk mendapatkan keadilan, adalah bentuk lain dari kelanjutan penjajahan oleh penguasa berbeda. Sebenarnya saya cuma mewakili kamu saja, bahwa kalau kamu sekarang galau oleh karena dia, itu sudah bukti kau belum merdeka dari dia.

Hai Karno kawanku di Indonesia, Dalam landa asmara, rasanya kau tak akan pernah merdeka, bahkan justeru ketika kau sedang sendiri. Kemerdekaan adalah kau lakukan bukan untuk apapun di luar dirimu, juga negara, tetapi untuk dirimu sendiri agar mulia oleh hasil karya berguna. Berkarya dengan masih bergantung pada teori dan berharap dengan itu mendapat pujian, maka jelas kau adalah tawanan.

Tiada siapa pun  yang sebenarnya bukan tawanan, dan aku memilih tentram dengan menjadi budak atau abdi Tuhanku. Jadi sepertinya hanya ini kemerdekaan yang kita rasakan:“Berkarya yang baik KARENA tuhanmu, berfaedah UNTUK dirimu dan juga bagi seluruh alam semesta”

Salam sayang dari sahabatmu di bumi


Bekasi, 17 Agustus 2011


Winata:69


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 03 Maret 2012

Pengetahuan Adalah Sesuatu yang Disebar dan Berulang, Kebenaran adalah Suatu Hal yang Baru

Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself. (John Dewey)


By : Eko Surya Winata


Pesona2 lama tentang kehebatan ras manusia, jenis kelamin atau fanatisme agama untuk merangsang nasionalisme mulai tidak manjur. Segala hal tentang siapa aku dan apakah baik atau buruk, berhasil atau tidak semuanya telah dipelajari sambil jalan. Ini cuma perjalanan dan kita bisa berubah semau kita. Karena permainan yang sebenarnya adalah mencari siapa diriku sebenarnya.

Sekolahku adalah alam semesta, disana aku bisa belajar semuanya dan semaunya. Pendidikan yang selama ini dibangun oleh kebudayaan kita, kebudayaan yang telah meminggirkan apa yang dianggap banal, chaotik, jelek, dan tidak baik adalah pendudukan atas generasi muda. Tak ada teori yang benar-benar sebagai sebuah kebenaran, setiap manusia memiliki teorinya sendiri untuk nyaman menjadi diri yang orisinil dalam berkarya.

Bila kau ingin bisa, maka belajarlah ilmu praktis. Tapi bila kau ingin mengerti, belajarlah filsafat (Anonimus). Bukan pendidikan, bila esensinya selalu bertentangan dengan esensi kreatifitas. Pandangan dunia manusia berbeda-beda; setiap orang punya pandangan dunia masing-masing yang unik. Dan segala hal yang kutemui itu sebenarnya ingin dikenal.

Sebagaimana Sokrates mengutip tulisan di Orakel Delphi: “Kenalilah Dirimu”. Tapi bagaimana? Diri tak menampilkan diri utuh dalam satuan waktu. Tak ada transparansi diri. Kita hanya mengenal diri lewat simbol. Diri kita bisa sangat akrab dengan kita, tapi di waktu lain bisa sangat asing. Apakah diri adalah satu kesatuan atau hanya kumpulan potongan-potongan pengalaman yang menghasilkan ilusi kesatuan? Apakah manusia memiliki pusat yang mengaturnya atau hanya fragmen-fragmen tingkah laku? Tapi menurut Kant: “Ego sebagai pusat diri dan otonom harus diandaikan ada. Jika tidak, tindakan manusia tak bermakna.

Dunia manusia adalah dunia serba kemungkinan. Manusia dapat memaknai apa yang nyata di depannya menjadi sesuatu ‘yang mungkin’ atau memilik kemugkinan makna lain. Menurut vitalilisme, manusia memiliki energi besar untuk berkembang lebih jauh lagi dari sekarang; lebih unggul lagi. Evolusi manusia tidak berhenti sampai manusia kini, manusia dapat berkembang lebih jauh lagi. Manusia memiliki energi hidup, elen vital, yang memungkinkannya membangun peradaban. Manusia mempunyai 3i; Instinc, intuition, dan intelegence. Intuisi mengandung kehendak bebas.

Pengetahuan adalah sesuatu yang disebarkan, sedangkan kebenaran adalah sesuatu yang baru. Kebenaran mengkonstitusi subyek, karena tak ada subyek tanpa kebenaran. Kebenaran, pertama-tama, adalah hal baru; sebuah proses yang berlangsung dalam kenyataan. Kebenaran awalnya adalah lubang dalam himpunan pengetahuan. Sesuatu yang tadinya tak diketahui, lalu dengan kesetiaan dibuktikan. Apa yang ada sekarang bukan dasar dari kebenaran. Tapi kesetiaan pada kebenaran dan ikhtiar menampilkannya dalam kenyataan jadi kriterianya. Di dunia selalu ada yang luput dari penandaan; sesuatu yang dianggap kosong; belum dipresentasikan. Kejadian kebenaran berasal dari situ. Setiap lubang yang tertutupi , celah yang terjembatani oleh kebenaran, membawa manusia pada pemahaman yang lebih lengkap. Tapi dunia tak terbatas, meski lebih lengkap dan lebih lengkap lagi kita memahami dunia, selalu ada yang luput. Kebenaran selalu terbuka.


Published with Blogger-droid v2.0.4

ABSENSI BERDEBU MURIDKU DI TK VENUS BERACUN 03


By: Eko Surya Winata

Tiap manusia memang memiliki hal yang berbeda, namun sesungguhnya mereka tetap ingin disebut sebagai manusia seutuhnya. Aku Eko Surya Winata, hanyalah seorang guru TK Venus Beracun 03 yang pagi ini sedang duduk di bangku taman, tersenyum kesemsem melihat anak didiknya dahulu. Mereka masih ada di balik buku absensiku yg sudah berdebu dan sekarang berada di balik atlas, dibalik karyanya yg menjadi tanda bahwa mereka pernah ada di bumi ini. Inilah sebagian kecil dari muridku dahulu, beberapa dari mereka tidak ada absensinya karena rajin bolos:

1. Gylbert Ryle, filsuf yang melihat dualisme tubuh-jiwa khususnya pada Rene Descartes soal jiwa/akal tak ubahnya sebagai “The Ghost in the Machine”

2. Jules Alferd Ayer, filsuf yang menekuni perbedaan dasar antara bahasa ilmiah, agama, estetik dan etika. Selain bahasa ilmiah bahasa lainnya nonsense.

3. Karl Popper, filsuf yang melihat terbalik bahwa kebenaran ilmiah bukan pada prinsip verifikatif melainkan falsifikatif= dinyatakan salah

4. Ludwig Wittgenstein, filsuf yang menelusuri proposisi logis sebagai batas-batas pemikiran atau sebagai dunia, dunia sebatas bahasa

5. Mikhael Bakunin, filsuf yang menyaksikan praktek kolusi: negara, agama, kapitalis di Rusia yang eksploitatif atas petani, melawan dengan anarkisme

6. Rosa Luxemburg, filsuf yang percaya pada gerakan spontan kelas daripada tatanan kesadaran kelas untuk gerakan perubahan revolusioner

7. Georg Lukacs, filsuf yang melihat kemungkinan adanya pengaruh roh pada jalannya sejarah materialisme

9. Simone De Beauvoir, filsuf yang memperjuangkan bagaimana perempuan harus keluar dari posisinya sebagai the second class agar menjadi warga terhormat

10. Hannah Aren’t, filsuf yang menelusuri munculnya kekuasaan totalitarianisme sedangkan terbentuknya masyarakat karena dari keadaan plural

11. Emmanuel Levinas, filsuf yang terenyuh berhadapan dengan wajah orang lain, wajah-wajah yang polos dan menjadi tanggung jawab “aku”...

12. Merleau-ponty, filsuf yang menganggap bahwa persepsi bukan sekedar carapandang indrawi namun sebuah dunia yg dialami dan dihayati

13. Heidegger, filsuf yang yakin bahwa problem dasar dari dunia kehidupan ialah ada di sini dan sekarang

14. Whitehead, filsuf yang setia pada proses,  tak ada yg menetap kecuali proses itu sendiri

15. Bertrand Russel, filsuf yang berusaha membangun empirium tertinggi bagi empirisme lewat bahasa dan logika

16. Rudolf Carnap, filsuf yang militan meneliti keadidayaan pikiran sekaligus batas-batasnya pada sintaksis

17. Edmund Husserl, filsuf yang membuka kesadaran yang membelenggu dirinya sendiri lalu mengarahkannya pada dunia makna dan ekspresi

18. Kierkegaard, filsuf yang menelusuri 3 tahapan eksistensi manusia, estetik, etik dan yang tertinggi teologis

19. Nietzsche, filsuf yang menyambut kematian tuhan yang dibunuh manusia sebagai pemutusan sejarah moral budak untuk membangun moral tuhan.

20. Gottlob Frege, filsuf yang mencari persoalan dasar filsafat lewat logika-matematika yang tak lain terletak pada bahasa/proposisi yang bermakna

21. Willhelm Dilthey, filsuf yang membagi 2 model metode ilmu: eklaren untuk bidang ilmu alam dan verstehen untuk ilmu humaniora

22. Ernst Cassirer, filsuf yang melihat potensi luar biasa pada manusia yaitu “menunda” (berpikir) dan dengan itu terampil membuat dan membaca simbol

23. Henri Bergson, filsuf yang menggali dasar terjadinya perkembangan hidup dan menemukannya sebagai daya juang (elen vital)

24. Isalah Berlin, filsuf yang dengan giat menggali makna kebebasan dan membaginya jadi 2: “Kebebasan dari” dan “Kebebasan untuk”

25. John Dewey, filsuf yang mencarikan isu-isu filsafat ke dalam wilayah pendidikan yang langsung memberi manfaat dalam kehidupan keseharian

26. William James, filsuf yang meradikalisasi pengalaman-pengalaman kongkrit manusia sebagai dorongan kepercayaan yang mendasari pengetahuan dan tindakan

27. Charles S Pierce, filsuf yang begitu militan mempelajari unsur-unsur logika yang menurut kesimpulannya sebagai ilmu tanda (Semiotika)

28. Karl Marx, filsuf yang yakin bahwa dengan kemanusiaan secara kolektif sejarah dialektik akan berakhir pada kondisi tanpa kelas

29. Perre-Joaeph Proudhon, filsuf yang sangat curiga terhadap milik pribadi pedagang yang disimpulkannya sebagai pencurian

30. John Stuart Mill, filsuf yang melihat semakin tinggi tingkat kedewasaan sebuah masyarakat maka makin tinggi pula penghargaannya akan kebebasan

31. Jeremy Bentham, filsuf yang mengusulkan kalkulasi psikologis untuk mengecap kenikmatan terbesar dengan jumlah terbesar

32. Adam Smith, filsuf yang dengan tegas memisahkan peran kegiatan ekonomi dengan kekuasaan negara dengan alasan moralitas kepentingan diri

33. Mary Wollstonecraft, filsuf yang mengawali perhatiannya pada diskriminasi hak asasi antara laki-laki dengan perempuan

34. Hegel, filsuf yang menelusuri jalannya sejarah lewat pertentangan dialektis Roh hingga pada puncaknya secara absolut

35. Leibniz, filsuf yang menganggap bahwa realitas terdiri partikel-partikel terkecil (monade) yang tertutup dalam dirinya bak individu/ego mutlak

36. Immanuel Kant, filsuf pencari jalan tengah secara kritis tapi insyaf bahwa usaha itu tak sepenuhnya berhasil, kritisisme pasti berpihak

37. Spinoza, filsuf yang yakin bahwa segala sesuatu diatur oleh sebuah pikiran logis secara absolut khususnya etika

38. Jean-Jacques Rousseau, filsuf yang yakin atas sikap dasar baik manusia dan menyesalinya ketika dirusak oleh masyarakat.

39. Thomas Hobbes, filsuf yang mencari motif perilaku manusia sebagai makhluk yang naturenya ingin menguasai dan dikuasai

40. Machiavelli, filsuf yang memimpikan keutamaan dengan membedah paradoks kekuasaan: demi kekuasaan itu sendiri dan kemanusiaan

41. John Locke, filsuf yang bertolak dari ruang serba kosong dan steril, tabula rasa

42. David Hume, filsuf yang mencari kebenaran lewat probabilitas anti kausalitas

43. Rene Descartes, filsuf yang mencari keyakinan dengan keraguan total, universal

44. William Occam, filsuf yang mencari dasar realita dengan menggunakan “pisau cukur”

45. Don Scotus, filsuf yang mencari perbedaan essensial, prinsip individuasi, dari berbagai esensi benda-benda

46. Ibn Rush, filsuf yang mencari keberadaan tuhan lepas dari kepercayaan atas wahyu

47. Ibn Sina, filsuf yang mencari makna universal dari hal-hal partikular

48. Anselmus, filsuf yang menemukan ada tertinggi sebagai tuhan

49. Thomas Aquinas berfilsafat dengan menelusuri jalan demi jalan untuk mencapai satu , kebenaran/tuhan

50. Petrus Abeldarus, filsuf yang tegas menyimpulkan bahwa segala sesuatu eksis karena penamaan, tuhan pun hanyalah nama

51. St. Agustinus, filsuf yang berpikir dari kebersalahan diri dan terus mencari obat penebusan sebagai jalan berbudaya

52. Boethius, filsuf yang menalarkan filsafat sebagai bidang berpikir untuk kesenangan/kegembiraan hidup

53. Marcus Arelius, filsuf yang percaya pada satu pusat dunia sebagai pusat kekuasaan

54. Plotinus, filsuf yang paling yakin bahwa segala sesuatu berasal dan akan kembali pada yang satu, the one

55. Aristoteles, filsuf yang menemukan kebenaran pada nalar manusia sejauh terkait dengan data-data pengalaman indrawi

56. Plato, filsuf yang sangat yakin pada kebenaran abadi di balik segala sesuatu yang terdata lewat pengalaman

57. Phytagoras, filsuf yang terobsesi mematematikakan segala hal, salah satunya bunyi menjadi tangga nada

58. Para filsuf pra Socrates mencari zat dasar dari segala sesuatu yang ada

59. Socrates, filsuf martir demi mempertahankan kebenaran/nalar

Pengantar tersebut hanyalah fiksi. Tentunya segala kekurangan akan aku benahi sesuai dengan pemahamanku. Semoga bermanfaat, bila tidak maka manfaatkanlah!

“Sesungguhnya setiap manusia adalah filsuf, filsuf bagi dirinya sendiri. Dan sekolahku adalah alam semesta karena aku bisa belajar SEMUANYA dan SEMAUNYA (Winata:69)”

MESIN WAKTU DAN AL -GHAZZALI

By: Eko Surya Winata


“Ini adalah bumi, aku akan merasa gagal dalam hidupku, jika tidak merasa tentram. (Winata: 69)”


Entah kenapa malam ini disebut minggu, aku bertemu Al –Ghazzali sewaktu dia akan mengajukan skripsi dahulu. Tak sengaja aku memakai sarung untuk menutupi muka, entah mungkin karena Baghdad yg indahnya begitu tertutup oleh cadar atau karena takut dieksploitasi Amrik. Lalu aku berpura-pura menggedor-gedor pintu rumahnya yang langsung berhadapan dengan kamarnya. “Tolong... Tolong.. Tuaann...!!” (Ujar suaraku yang membelah langit). Sepuluh menit setelah itu Ghazzali pun keluar, dan bercakap dalam bahasa Arab “Anda siapa? Ada maksud apa datang kemari? Anda seperti ketakutan nampaknya”. Dalam hatiku (Oh Chomski andai aku ahli linguistik) lalu aku memberikan selembar kertas padanya, sekejap aku langsung berlari menghilang disembunyikan malam (Meski jadi tidak keren lagi, tapi harus kukatakan  bila aku tersungkur di sumur).

Lalu Ghazzali pun kebingungan apa maksud ini semua? Dengan kepala yang sudah penat dia kembali pulang ke kamar. Sekejap ia takut membuka kertas itu, bukan karena bom melainkan karena takut itu sebuah amanat. Tapi dia cuek karena juga memiliki self-interest dalam hal ini kegiatan membanding-bandingkan. Yaitu antara tugas skripsinya atau sekertas surat itu. Sekejap ia berpikir surat itu dari Linda, kekasihnya dari Cibinong yang ditelan jarak (baca: Jarak itu nama monster), tapi sepertinya bukan. Dihimpit suara anjing menggonggong dikarenakan khafilah berlalu di depan rumahnya, ia pun membuka kertas itu tak sengaja.

Ternyata tulisan itu berisi kalimat:

“Kebenaran ilmiah tidak ditemukan tapi diciptakan (Winata:69)”


Setelah membacanya dia berusaha memahami semantiknya kalimat tersebut, sambil mencari siapa si pembawa ini, simana dia? Ternyata sumur tadi adalah mesin waktu, sekarang akunya di sini, di masa beratus tahun setelah kematianmu. Saat ini aku sedang terpesona membaca salah satu karyamu yang berjudul Al-Mungidh min al-Dalal (Deliverance from Error) by Al- Ghazzali.

Kalau boleh aku simpulkan dari membaca Al-Mungidh min al-Dalal, apa yang membuatnya indah, bukan karena Al-Ghazzali pandai berargumen, tetapi karena ia jujur. Berangkat dari pemilihan jenis-jenis pengetahuan, ia mengkritik rigiditas empirisme dan rasionalisme. Karena mengacuhkan segi emosi, intuisi dll. Ia menghargai sains, menghormati kebenaran ilmiah. Tetapi pertanyaan pribadinya adalah apakah kebenaran tersebut berhubungan dengan kebahagiaannya. Ia mengkritik filsafat, karena memang filsafat sering disalahgunakan demi pembenaran. Ini mengingatkan saya kritik Plato terhadap Kaum Sophist.

Latar belakang penulisan karya ini adalah kebimbangan Al-Ghazzali antara bertahan pada status dan posisinya di Baghdad atau menjalani hidup sebagai sufi. Akhirnya?

I left Baghdad then. I distributed what wealth i had, retaining only as so much as would suffice myself” (Al-Ghazzali).

During these periods of solitude there were revealed to me things innumerable and unfathomable” Beruntung...

I ask him first of all to reform me, and then reform through me, to guide me and then to guide through me” (Al-Ghazzali)


*Salam sayang untuk suratmu


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 02 Maret 2012

MATAHARI

Aku ingin menulis ini, setidaknya hanya bertujuan agar mereka tahu bahwa aku pernah ada di bumi.


Pada tahun 1930 Einstein pernah bertemu dengan Tagore, mereka diskusi macam-macam epistimologi , etika, ontologi dll... Seru deh coba aja browsing


Bareng Max Planck dan kopi yang berbicara tentang Agama dan Ilmu Alam, aku belajar memahami bahwa penghayatan seseorang itu berbeda-beda tentang kebahagiaan


Hey kawanku, Sentimentalitas, subjektivitas, perasaan, emosi, pengalaman, intuisi adalah basis dari perennialisme. Monggo dibaca Tagore, Vivekananda


Puasa dari ajaran berbagai agama untuk mengendalikan segala yang bersifat napsuan/histeria/testiria/hedonisme/barbarian


Dodi: “Moral itu tidak eksis di dunia ini karena itu tidak dapat ditemukan, yg ada hanya aksi manusia dan dinilai oleh manusia lain. Begitukah?”

Ekoswinata: “Tergantung, jawabannya akan berbeda antara kaum intuisionis, rasionalis, sampe pragmatis”

Dodi: “ Yang saya tulis jawaban rasionalis”

Ekoswinata: “ Beberapa filsuf berbeda pandang tentang moral, Baik itu sentimentalis ala Smith, Intuisionis ala W.D Ross, Utilitarian ala Bentham”


“Oh Hujan, kamu datang manusia sombong, kamu tidak datang juga manusia tetap saja sombong. Padahal kamu itu vital untuk bumi, karena menyekap carbon dioxida ke dalam bebatuan jadi kita bisa bernafas. Kebayang di Venus tidak ada hujan sama sekali, sementara itu letupan vulkanisnya tinggi jadi isi planetnya hanya gas beracun saja (Winata:69)”


Belakangan ini saya menikmati betul membaca dan menonton film dokumenter tentang Tata Surya. Saya menyayangkan, terlalu acuh terhadap indahnya matahari. Matahari adalah pusat dari segala-galanya. Betul adanya proklamasi Heliosentrisme dari Copernicus pada abad ke-16. Kita memang tergantung dengan mathari. Matahari tidak sekedar memancarkan sinar bagi planet bumi, tapi radiasi yang terpancar berupa energi, memungkinkan kehidupan di bumi.

Wajar bila sebagian besar sekte kepercayaan beraliran pada pemujaan matahari. Memuja Ra di mesir, Amaterasu di Jepang, Surya di India, dll. Misalnya dalam Chandogya: Aum: “Asau v deva-madhu, sesungguhnya matahari adalah madu para dewata”. Atau dalam Surya Upanisad: Seluruh makhluk sesungguhnya lahir dari Surya, dilindungi olehnya, dan nantinya melebur di dalamnya.


“Dari Surya maka lahirlah Bayu, bumi, air, api, langit, arah, para dewata, veda.” Menarik dikatakan arah, karena kita memang mengitari matahari.


Didin_Saputro: “Tapi orang Yunani ga tertarik sama matahari”

Ekoswinata: “Dewa Hellios, hingga disimbolkan oleh Plato”


Berterima kasih masih bisa merasakan hangatnya matahari. Mengingat 10 milyar tahun lagi energi di dalam surya akan habis.


Published with Blogger-droid v2.0.4

SURAT MERAH MARUN

By: Eko Surya Winata


“Kenapa upil bila di dalam hidung tidak bau? Karena tak ada yg bisa dibandingkan” (Winata:69)


Mayoritas ya biasanya mendominasi keseluruhan hajat hidup dalam bermasyarakat, praktisnya sering kali merepresi minoritas. Relasi mayoritas-minoritas sifatnya: internal dan eksternal. Internal, dalam 1 ada 2 karakter ex, Islam: Suny/Syiah, Kristen: Katolik/Protestan. Relasi eksternal mayoritas-minoritas, dua karakter yang berbeda, beda etnis, agama, seks, ideologi, dll. Kalo kasus ahmadiyah? Itu masuk relasi dominasi internal. Peran negara di sini tak berperan tapi dengan itu mengisyaratkan berpihak pada mayoritas. Kasus GKI Yasmin di Bogor? Itu masuk relasi dominasi eksternal, pihak islam yang mayoritas di sana larang minoritas kristen dirikan rumah ibadah.

Relasi mayoritas-minoritas ada di mana-mana dan sesuai kondisi, ex, Katolik minoritas direpresi protestan, seperti sejarah Inggris-Irlandia. Bahkan mungkin dalam anggota diri kita sendiri ada yang jadi minoritas karena kita lebih mementingkan anggota lainnya sebagai yang difavoritkan. Dalam komunitas anda sendiri yang dominan anda merasa eksis sebagai mayoritas tapi ketika di tengah komunitas lain anda jadi minoritas. Bahkan di dalam keluarga besar, ada anak yang merasa diri jadi minoritas karena orang tua lebih cenderung istimewakan anak-anak lainnya. Tapi si anak yang merasa diri minoritas di rumah ternyata kepala antar gang mayoritas. Itu loh maksudnya mayoritas-minoritas itu kondisional sifatnya.

Memang mayoritas-minoritas itu cenderung kuantitas. Kalo kualitas ga ada tuh polarisasi kayak gitu. Secara politik banyak negara yang keluar dari pola mayoritas-minoritas; Kenedy dari segi agama Katolik yang minoritas, Obama dari segi ras (Sekalipun dia mix), India pernah juga presidennya dari agama Islam dari mayoritas Hindu. Kalo di dunia akademik ada pola mayoritas-minoritas naaahh.. itu pasti dunia akademik-akademikan. Karena harusnya menekankan kualitas intelektual.

Untuk ke luar dari pola sempit mayoritas-minoritas butuh wawasan, sadar kualitas, ga mudah parnoan, gaul, altruis, dsb. Orang yang tidak terpaku pada pola eksklusif mayoritas-minoritas dia yang menggali terus potensi diri tanpa terancam atau mendiskreditkan potensi orang lain. Orang yang tidak terpaku pada pola sempit mayoritas-minoritas dia yang berani mengritisi kelompoknya sendiri dan merecognize kelompok lain.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Berceloteh Sedikit Tentang Kesadaran


By: Eko Surya Winata


Istilah ‘Conscious’ dan ‘Consciousness’ diturunkan dari kata latin ‘Cum’ (Bersama Dengan) dan ‘Scire’ (Mengetahui). Dari asal katanya, istilah sadar dan kesadaran mengandung juga pengertian adanya keterarahan pada obyek tertentu. Sadar dalam arti mengetahui sesuatu mensyaratkan adanya obyek sebagai sesuatu yang diketahui; sadar terhadap obyek tertentu.

Tidak mungkin tanpa keterarahan terhadap obyeknya (Searle, 1983). Dalam terminologi fenomenologi, kesadaran selalu mengandung intentionality (keterarahan). Kesadaran tampil dalam bentuk gradasi, dimulai dari sadar sebagai satu keberadaan obyek lain hingga sadar akan keberadaan Diri sendiri. Setelah kesadaran terhadap diri sendiri terbentuk, baru dimulaikan kesadaran sebagai aku. Kesadaran sebagai aku meningkat, menyadari aku yang sedang menyadari obyek tertentu, dan masih dapat meningkat terus.

Seseorang dikatakan menyadari sesuatu saat ia punya pemikiran tentang sesuatu itu sebagai hal yang hadir, secara langsung atau sebagai citra di benak. Seseorang dapat memahami sesuatu itu tidak terindra olehnya pada saat itu. Seseorang dapat menyadari keadaan mental sadarnya yang menanggapi sesuatu tanpa disertai pengindraan. Manusia dapat memiliki pemikiran tentang benda-benda, mampu memikirkan hal tanpa harus bersentuhan dengan mereka. Kemampuan memikirkan benda tanpa bersentuhan langsung disebut ‘pikiran yang tingkatnya lebih tinggi’ (Higher Order Thoughts).

Higher order thoughts (HOT’s) merupakan second order thoughts dibanding pikiran pasif yang menerima informasi tanpa diolah. HOT’s tak selalu dan tak perlu sadar untuk dapat bekerja. Orang dapat menceritakan yang dialami meski tak sengaja mengingat kejadia itu. Seseorang dapat mengemudi mobil sambil ngobrol dan ia tetap dapat menyadari dirinya yang sedang mengemudi. HOT’s bekerja di situ. HOT’s dapat terjadi meski orang yang mengalaminya tidak menyadari ia sedang berpikir. HOT’s dapat disadari oleh orang yang mengalaminya, bahkan dapat dievaluasi sedemikian rupa. Agar sebuah HOT’s dapat disadari, orang harus memiliki sebuah tingkat kesadaran yang lebih tinggi lagi; introspeksi/ ‘third other thought’.

Introspeksi memungkinkan muncul “Self-Awarness” dan “Self-Consciousness”. Introspesksi merujuk pada kondisi seseorang yang sadar secara sengaja dan penuh perhatian akan keadaan mentalnya. Lebih jauh lagi, orang juga dapat menyadari introspeksi dan mengevaluasinya. Derajat kesadaran yang menyadari introspeksi lebih tinggi dari introspeksi dan dapat disadari juga oleh kesadaran yang lebih tinggi lagi. Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang semakin mampu ia mempertemukan berbagai kesadaran yang lebih rendah; semakin luas pemahamannya. Dengan kesadaran yang bertingkat, manusia menyadari keberadaannya di dunia bersama manusia lain dan hubungannya dengan yang lain.

Diri dihasilkan oleh kesadaran dan merupakan kumpulan kesadaran. Aktivitas diri adalah menyadari. Orang bisa tidak menyadari kesadarannya.


“An unconcious consciousness is no more a contradiction in terms than an unseen case of seeing” (Franz Ciemens Brentano)


Identitas diri adalah kesadaran pribadi sebagai “Aku adalah....”; suatu pendefinisian pribadi. Diri sebagai kesadaran pribadi memiliki properti mental yang mengarahkannya kepada obyek dan rangkaian peristiwa di luarnya. Kesadaran membuat masalah badan dan jiwa sulit untuk dipecahkan, kalau tak mau dibilang tak dapat dipecahkan. Tak ada masalah yang dapat diselesaikan dengan tingkat kesadaran yang sama dengan tingkat kesadaran yang menghasilkan masalah itu.

Jenis kesadaran berdasarkan fungsi:

Phenomenality yaitu kesadaran seseorang menjalani sebuah pengalaman, seperti menghirup wangi bunga.

Akses Global, kesadaran aktif untuk mengakses, memahami dan menanggapi objek-objek di luar Diri.

Refleksivitas/Kesadaran Diri, kesadaran yang tertuju ke diri sendiri, mencermati diri; refleksi diri.


“Kesadaran adalah hidup kita” (John Searle)


Sartre membedakan kesadaran menjadi

Kesadaran Pra-Reflektif; dan

Kesadaran Reflektif


Kesadaran Pra-Reflektif adalah kesadaran yang langsung terarah kepada obyek perhatian tanpa direfleksikan. Kesadarn Pra-Reflektif disebut juga ‘Kesadaran yang Tak-Disadari’ sebab subyek tak sengaja memberi perhatian pada obyek dan prosesnya. Kesadaran Reflektif adalah kesadaran yang menjadikan apa yang diperoleh kesadaran menjadi tematik dalam refleksi dan pemahaman manusia. Kesadaran Reflektif adalah kesadaran yang membuat kesadaran yang membuat kesadaran yang tidak-disadari menjadi sadar atau menjadi kesadaran yang disadari.

Dalam Kesehariannya manusia didominasi oleh Kesadaran Pra-Reflektif. Pada umumnya orang mengarahkan kesadarannya pada obyek, bukan pada diri dan apa yang diperbuatnya. Dengan merefleksikan apa yang ia perbuat, manusia dapat memahami makna tindakannya dan membawanya ke pemahaman tentang dirinya.

Kesadaran Reflektif menjadikan Kesadaran Pra-Reflektif sebagai obyek. Dengan Kesadaran Reflektif, manusia menjadikan dirinya tak hanya sebagai makhluk yang larut  oleh ‘lalu-lintas’ obyek. Dengan Kesadaran Reflektifnya, manusia menyadari mengapa ia menanggapi suatu obyek dan mengabaikan yang lain. Kesadaran Reflektif memungkinkan manusia mengafirmasi atau menegasi ‘ada’ (being), mengafirmasi atau menegasi kenyataan. Dengan tidak larutnya manusia dalam aliran ‘ada’ dalam dunia, manusia terbebas dari relasi-relasi kausal. Dengan kesadaran reflektif manusia memutus kausalitas.


Referensi

Rosenthal, 2000. How Many Kinds of Consciousness


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut