Minggu, 17 Februari 2013

Kita? Masyarakat? Negara? Nasi?

Kita dihidupkan di dalam masyarakat dimana tukang pizza datang lebih cepat ketimbang polisi. Dimana ketika kita melakukan sesuatu, kita juga harus melakukan sesuatu yang lain. Sama halnya seperti ketika kita buang air, kita juga harus membuang air yang lain. Ketika kecil banyak bicara dipuji-puji, saat sudah besar banyak bicara malah dimaki-maki. Dan uang sebagai alat pembayaran yang sah, memaksa kita untuk mencarinya, meski padahal kita tidak pernah merasa kehilangannya

Bumi ini memiliki air yang dari dulu volumenya tetap, tidak bertambah dan berkurang. Tapi bukan menjadi penyebab kita terbiasa membeli air untuk dibuang dan menjadi terbiasa salah menyikapi banjir.  Kehidupan di bumi ini pun menyimpan banyak pertanyaan, seperti "Kenapa dinasaorus tidak ikut masuk ke dalam kapal nabi nuh, sehingga ia tidak punah karena banjir besar?"

Di tempat ini kita tumbuh besar, menjadi orang kuat. Saking kuatnya, kita hampir tidak pernah menangis, mungkin karena telah habis air mata. Acara-acara Televisi menjanjikan hiburan, agar masyarakat tidak stres menjalankan rumitnya modernisasi. Ternyata di sana ada sinetron yang belum juga tamat, karena ada banyak penonton yang menunggu tamat dengan cara terus mengikuti sinetron tersebut. Selain itu, di sana terdapat berita kecelakaan lalu lintas, kasus pembunuhan, korupsi pekerja negara. Adapun janji-janji calon wakil rakyat yang kelak suatu saat jika terpilih, mereka akan meminggirkan kita di jalan, baik macet ataupun tidak. Hahah.. Ada-ada saja, biasanya wakil tuh pengen naik jabatan, contoh wakil kepala sekolah ingin naik jadi kepala sekolah, wakil ketua kelas ingin naik jadi ketua kelas, tapi cuma wakil rakyat yang tidak ingin naik pangkat jadi rakyat. Ada juga acara-acara yang menyediakan tempat bagi seseorang yang ingin populer, di sana terdapat anak muda yang terlihat tua lebih lama dan orang tua yang ingin terlihat seperti anak muda. HAH! nampaknya ini hiburan yang mematikan, kepalaku ingin pecah melihatnya....

Tidakkah kau berpikir tempat ini adalah tanah airmu, namun tanah dan sawahmu digusur orang. Di sanalah kamu berdiri, tanpa sandang, pangan, dan papan. Sempatkah tersirat bahwa tempat ini juga adalah tumpah darahmu, namun kekayaanmu adalah juga milik negara. Kepadanya kau harus berbakti, apa kau pernah berpikir untuk pilih sibuk mencari nasi?

0 komentar:

Posting Komentar

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut