Halloo!

Perkenalkan, Saya Eko Surya Winata!

Knowledge is Power

"Tulisan ini ngawur, sama kayak yang nulis" - Ayah

Tulisan Berbahaya!

"Maksudnya apa sih ini?" - Ibu

www.twitter.com/ekoswinata

Berteman dengan Eko Surya Winata di Twitter

Salam Kenal

Menulis Adalah Kerja untuk Keabadian!

Selasa, 22 Mei 2012

Lady Gaga dan Filsafat Moral: Plato dan Marx

Dalam filsafat moral, tubuh dianggap sumber bencana (kerusakan moral) bukan pikiran, itu warisan filsafat Plato. Plato optimis pikiran adalah sebuah  potensi untuk berabstraksi menuju dunia ideal (universally) tubuh menyerap dan menampilkan hal-hal yang menyesatkan. Jadi, segala kegiatan tubuh atau indra dianggap sepele oleh plato.  Oleh karena itu jangan menari di depannya, apalagi sampai meliuk-liuk seperti Lady Gaga. Bila mengikuti moral plato, "aku" adalah aku-tubuh dan aku-pikiran yang jalannya berbeda (musuhan), dan kerja pikiran adalah mendisiplinkan tubuh. Tubuh hanya mengajak aku untuk bersenang-senang, nikmati hidup senikmat-nikmatnya, sehingga bagi Plato itu sangat banal. Aku nikmat (minum, makan, seks, begitu saja terus) hidup tanpa tujuan untuk sesuatu yg ideal, bagi plato merupakam hidup yang tak layak dihidupi. Jadi bila dilihat dari moral plato yg idealis, moral yg sangat metafisis itu, geliat-geliat tubuh Inul, Lady Gaga, Jacko, dll. itu cetek-banal.

Karl marx menyerang moral metafisis warisan plato yang dia sebut sebagai moral borjuasi. Menurutnya moral harus diturunkan ke bumi, bukan ke angkasa. Nietzsche-pun tak mau ketinggalan menyerang filsafat moral plato. Menurutnya bukan pikiran-idea (metafisis) letak permasalahannya, melainkan adalah kehendak berkuasa! (will to power). Bagi Marx moral merupakam kesadaran kelas proletar untuk merevolusi moral borjuasi platonik, seni misalnya bkn utk "dunia ideal" melainkan urusan 'perut'. Bagi kacamata marxian, nyanyian dan tarian Lady Gaga tak bisa diterima sejauh itu merupakam konstruksi borjuasi-kapitalisme! Kalo nyanyian-tarian lady gaga misalnya ternyta mudah diterima dan membangun kesadaran kelas proletar melawan kapitalisme, bagi marxis, Why Not?


Adendum:

Lady Gaga memang merupakan ikon budaya pop global, yang dikonstruksi oleh kapitalisme global. Bila tidak suka silahkan ambil gaya anti- neoimperialisme. Namun jangan hanya menolak lady gaga, tolak internet, handphone, dll, karena itu juga produk kapitalisme. Jika menjadi anti-neoimperalisme (kapitalisme global) yg taat, menolak lady gaga dan marah-marah di twiter/Facebook/email, dll. itu sangat menggelikkan. Namun jika menjadi anti-neoimperealisme yg setengah-tengah tidak sedikit munafik, yaitu menolak Lady Gaga tapi terima produk kapitalisme global lainnya. Dengan demikian kalo mau pakai ilmu gebuk musuh dgn ilmunya sendiri yah latihan dan kuasailah jurus-jurusnya, kuasailah kapitalisme dan jurus-jurus Lady Gaga! *eeaa


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 06 Mei 2012

Filsafat Ilmu: Sains dan Filsafat

Pengetahuan adalah makna/pembahasaan atas objek-objek abstrak atau kongkrit yang terjalin menjadi sebuah struktur pemikiran. Pengetahuan-bahasa-pemikiran, adalah tiga unsur yang tak bisa lepas satu sama lain sebagai proses mental dlm diri seseorang. Filsafat ilmu adalah kajian yang bersifat kritis, dan radikal tentang dasar, sumber, metode, validitas, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu berkaitan dengan: epistemologi, metodologi, sejarah ilmu, psikologi ilmu, dan sosiologi ilmu. Filsafat ilmu merupakan penyelidikan lanjutan (secondary reflection) terhadap ilmu pengetahuan. Manfaat filsafat ilmu, yaitu:

1. Memahami asumsi-asumsi atau dasar-dasar filsafat (ontologis, epistemologis dan aksiologis) ilmu pengetahuan;

2. Memahami bentuk-bentuk atau jenis-jenis ilmu pengetahuan, serta mengetahui kekuatan dan keterbatasannya;

3. Memahami ragam pandangan tentang dan penilaian kritis terhadap ilmu pengetahuan.


Filsafat membantu ilmu memikirkan dan menjawab apa yang tak dapat dipikirkan dan dijawab oleh sains. Sains menyediakan pertanyaan-pertanyaan bagi filsafat. Filsafat menyediakan konsep-konsep yang gejalanya dapat diteliti oleh sains. Ilmu pengetahuan modern menemukan banyak persoalan yang tak dapat dijawab langsung dengan metode-metode empirik. Perlu refleksi filosofis. Ilmu pengetahuan perlu menentukan asumsi-asumsi dasarnya yang pada dasarnya adalah filsafat tertentu.


Kurt Gödel: "Matematika sebagai logika sains memberikan bukti bagi keterbatasan sistem-sistem pengetahuan"


Sains berbeda dari cara perolehan pengetahuan lain karena penjelasannya. Motif sains adalah setepat dan sejelas mungkin menjelaskan gejala. Sedangkan flsafat ilmu menyediakan kerangka orientasi bagi ilmu untuk mendekati dan memandang gejala. Filsafat ilmu membantu ilmu untuk menyediakan kerangka pikir untuk menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan gejala. Filsafat ilmu memikirkan dan mengkaji persoalan yang tak dapat dijawab oleh ilmu. Hasilnya: asumsi, kerangka pikir dan cara memahami ilmu.


Penjelasan ilmiah mengandung “explanans” atau “explanantia” = kalimat yang menjelaskan; dan “explanandum”atau “explananda” = kejadian yang dijelaskan. Ada filsuf yang mencari hubungan obyektif antara "explanandum" dan "explanans" sebab mereka percaya bahwa sains mengandung kebenaran tentang dunia. Ada juga yang percaya hubungan antara "explanandum" dan "explanans" adalah hasil konstruksi manusia dalam rangka memahami dunia. Filsuf yang mencari hubungan obyektif antara "explanandum" dan "explanans" menganggap penjelasan ilmiah mencerminkan kenyataan dunia . Flsuf yang percaya hubungan antara "explanandum" dan "explanans" adalah hasil konstruksi memandang penjelasan ilmiah sebagai alat manusia. Empirisme: pengetahuan dijustifikasi oleh pengalaman; kebenaran sains tak niscaya dan tak melampaui kenyataan yang ditemui dalam pengalaman. Rasionalisme: pengetahuan datang dari pikiran dan dijustifikasi oleh koherensi logis.


Ada yang beranggapan, penjelasan Ilmiah membutuhkan hukum-hukum yang mendasarinya, oleh sebab itu penjelasan adalah penjelasan sebab-akibat. Ilmuwan lain berusaha mengerti cara penalaran bekerja dalam penjelasan yang diberikan ilmuwan. Menurut mereka ilmu tak perlu mencari hukum. Awalnya ilmuwan mau menjelaskan obyek seharusnya. Tapi ini sulit sekali sebab observasi/eksperimen hanya menunjukan obyek sebagaimana adanya Ilmuwan belakangan tidak mencari hukum sebagai penjelas, melainkan lebih fokus pada bagaimana penjelasan menjawab pertanyaan orang. Ada dua pendekatan penjelasan ilmiah, yaitu:

1. Penjelasan sebab-akibat yang menyertakan hukum;

2. Hubungan sebab-akibat tanpa melibatkan hukum. Hubungan sebab-akibat yg tak libatkan hukum terdiri dari: 1. Unifikasi: memadukan berbagai penjelasan menjadi lebih lengkap, akurat dan umum; 2. Penjelasan teleologis: penjelasan beorientasi pada tujuan (telos);

3. Penjelasan dengan menekankan keniscayaan logis (logical necessity). Prinsip parsimoni berlaku: Penjelasan yang paling sederhana dan paling mungkin, serta paling luas jangkauannya yang paling diandalkan.


Antirealisme: memperlakukan teori sebagai sebuah alat heuristik (jalan-pintas), sebuah instrumen untuk meramalkan saja. Realisme: memandang teori ilmiah sebagai deskripsi yang bisa benar/salah dari fenomena yang teramati. Teori yang baik adalah teori yang benar.Realisme: berkeras bahwa hanya kesimpulan dari teori yang mendekati kebenaran yang dapat secara baik menjelaskan dan memprediksi gejala. Ilmu pengetahuan berikhtiar untuk merekonstruksi secara rasional alam yang ideal atau esensial yang hendak dijelaskan oleh teori ilmiah.


Equipped with his five senses, man explores the universe around him and calls the adventure Science. ~Edwin Powell Hubble (1954)

Every great advance in science has issued from a new audacity of imagination. ~John Dewey, "The Quest for Certainty", (1929)

Science increases our power in proportion as it lowers our pride. ~Claude Bernard


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 03 Mei 2012

Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi dan Neostrukturalisme di Indonesia

Bedah Perdebatan Klasik Ideologi dan Demokrasi di Era Kontemporer

Perkembangan pemikiran dan praksis demokrasi  di era kontemporer memang semakin kompleks. Kemunculan bangsa – bangsa negara dan pertarungan ideologi menjadi komponen pokok yang mengisi rejim demokrasi di era tersebut. Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal. Gerakan anti kapitalisme global bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi.

Schumpeter memang sangat mengagumi kapitalisme dan tidak terlalu suka terhadap  sosialisme. Ia berpendapat bahwa ternyata pada akhirnya, kapitalisme dalam waktu jangka panjang tidak bisa lagi dipertahankan. Keruntuhan kapitalisme ini menurutnya bukan disebabkan karena adanya faktor luar, melainkan akan runtuh oleh sebab-sebab internal. Ia berpendapat bahwa disukai atau tidak, pada masa yang akan datang, sosialisme tak bisa lagi dielakan. Dalam sistem sosialisme masih dimungkinkan adanya demokrasi atau tidak adalah ng kemudian akan dibahas. Dalam hal ini Schumpeter pun bersih keras berpendapat bahwa demokrasi secara menyeluruh bisa berjalan bersama-sama dengan sistem sosialis. Ia mempertegas pendapat bahwa demokrasi bukan saja bisa diterapkan dalam sosialisme, bahkan demokrasi yang sejati yang meliputi aspek ekonomi dan politik hanya dapat diwujudkan dalam dan dengan sosialisme.

Jerry Z Muller dalam bukunya The Mind and The Market mengemukakan bahwa pemikiran Schumpeterian banyak menyimpan ironi. Ironi karena hampir sebagian besar bukunya sebenarnya adalah pemaparan perihal kekagumannya pada sistem ekonomi kapitalis. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang betul-betul dinamis dan kreatif serta telah membawa manusia pada kesejahteraan. Namun menurutnya, kapitalisme akan mati oleh tangannya sendiri justru karena keberhasilannya. Sosialisme akan datang, namun tidak seperti diramalkan Karl Marx bahwa sosialisme muncul karena kapitalisme menyimpan banyak kekurangan, tetapi kapitalisme akan digantikan oleh sosialisme karena kapitalisme menciptakan kekuatan kultural dan sosial yang akan membawanya ke arah kehancuran. Kapitalisme akan hilang bukan karena kegagalannya, tetapi justru karena keberhasilannya. Itulah kenapa pemikiran Schumpeter, menurut Muller (2002) menyimpan banyak ironi.

Berkaitan dengan hal ini, sebuah penjelasan bisa kita ajukan. Schumpeter mengerjakan seluruh karya-karyanya pada masa Eropa dan Amerika (dunia) sedang mengalami depresi ekonomi yang sangat parah. Depresi ekonomi itu muncul semenjak perang dunia pertama. Depresi itu, dalam beberapa hal, seolah menunjukan ramalan Marx bahwa, suatu saat, kapitalisme dengan sendirinya akan runtuh karena mempunyai kontradiksi internal. Saat itu memang adalah masa cobaan paling berat bagi kapitalisme. Depresi itu menyebabkan suburnya pemikiran Marxisme di satu sisi sebagai kekuatan kiri, dan Fasisme (Nazisme) di sisi lain sebagai kekuatan ekstrim kanan. Dari dua ideologi ini kapitalisme liberal diserang: kiri dan kanan sekaligus. Kedua ideologi ini mempunyai kesamaan: menempatkan negara dalam posisi yang sangat kuat dalam mengelola kehidupan bernegara, bahkan menjadi totaliter. Anehnya kedua sistem ini melupakan peranan masyarakat sipil yang otonom. Hal inilah yang kelak, menurut Francis Fukuyama, menyebabkan kedua sistem ini hancur dan hanya bertahan beberapa tahun saja. Dalam kondisi seperti inilah Schumpeter mengkonstruksi teorinya.

Dapat dilihat bahwa Schumpeter dan pengikutnya, seperti Przeworski, Schumacher, Dahl, Di Palma, Donal Share, dll. Memandang demokrasi dapat diterapkan di dalam kondisi ideologi apapun. Milton Friedman dan Hayek yang libertarian adalah yang berpendapat sebaliknya. Mereka berkeyakinan bahwa kebebasan ekonomi, sebagaimana menjelma dalam sistem ekonomi kapitalis, adalah syarat bagi munculnya demokrasi dan kemerdekaan politik. Kontrol terhadap sektor ekonomi, sebagaimana lazim terjadi dalam sistem sosialis, pada ujung-ujungnya selalu berarti kontrol terhadap kehidupan politik. Itulah alasan kenapa negara seperti Uni Soviet, China, Kuba dan negara sosialis lain menjadi sangat totaliter. Kebebasan dalam dunia politik, sebagaimana bisa ditemukan dalam sistem demokrasi liberal, menjadi hilang. Kehidupan masyarakat semuanya dikontrol. Friedman bahkan dengan gamblang mengatakan bahwa sebuah masyarakat tidak bisa sosialis sekaligus demokratis. Menurutnya dua sistem ini bertentangan, karena sosialisme tidak mungkin memberikan kebebasan individu sebagai syarat demokrasi. Bagi mereka tatanan ekonomi memainkan peranan ganda dalam menciptakan sebuah masyarakat yang bebas. Di satu pihak kebebasan ekonomi adalah begian dari kebebasan dalam arti luas; jadi, kebebasan ekonomi itu sendiri adalah tujuannya. Di sisi lain kebebasan ekonomi adalah cara yang niscaya bagi munculnya kebebasan politik. Kebebasan politik diartikan sebagai tidak adanya penindasan terhadap manusia oleh sesamanya.

Ancaman terbesar bagi kebebasan manusia adalah kekuasaan untuk memaksa. Kekuasaan memaksa biasanya muncul dalam sistem yang terpusat, baik dalam oligarki, monarki, diktator ataupun pemerintahan berdasar tirani mayoritas. Karena itu, kekuatan harus disebarkan dan tidak boleh terpusat. Sejarah menunjukan bahwa pemaksaan bisa berawal dari cara mengorganisasikan kepentingan ekonomi.

Menurut Friedman, ada dua cara untuk mengorganisasikan kepentingan masyarakat. Pertama dengan cara bimbingan terpusat dan sistem komando. Jalur ini meniscayakan munculnya penyeragaman dan paksaan. Butuh militer yang kuat, partai tunggal dan sistem negara totaliter. Uni Soviet dan China adalah dua contoh terbaik. Cara kedua adalah sistem kerjasama individu yang sukarela. Teknik yang digunakan dalam sistem ini adalah sistem pasaran. Pengelolaan ekonomi diserahkan pada pasar. Negara tidak lagi mengurusi masalah-masalah ekonomi. Sistem pasar ini adalah obat mujarab untuk menghilangkan sumber paksaan: pengaturan ekonomi oleh negara. Kekuatan ekonomi dalam hal ini menjadi pembatas bagi kekuasaan politik.

Berdasarkan pemaparan di atas, baik sosialisme maupun kapitalisme masing-masing terlihat menginginkan demokrasi. Keduanya mempunyai kepentingan dengan nilai-nilai demokrasi, meskipun demikian mempunyai penekanan yang berbeda. Kapitalisme liberal menekankan aspek kebebasan (Liberty) dari demokrasi, sementara sosialisme menekankan aspek lain, yakni kesetaraan (equality). Keduanya sebenarnya adalah dua nilai ideal yang memang dibutuhkan dalam demokrasi, namun terkadang kedua nilai ini bertentangan. Ketika kesetaraan dan persamaan ingin dikejar, maka kebebasan harus dibatasi. Sebaliknya, ketika kebebasan menjadi prioritas, persamaan menjadi dirugikan.

Neostrukturalisme Sebagai Pendekatan yang Sesuai dengan Pemecahan

MasalahEkonomi Politik dan Demokrasi di Indonesia

Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang berprinsip bahwa produksi dan distribusi barang-barang diserahkan pada mekanisme pasar dengan berlandaskan pada prinsip hak milik pribadi dan kebebasan melakukan pertukaran antara individu-individu yang bebas secara legal (Muller, 2002). Penekanannya pada aspek kedaulatan individu inilah yang membuat kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari liberalisme. Kapitalisme adalah bentuk dari liberalisme dalam dunia ekonomi. Liberalisme sendiri adalah buah dari proses yang sangat panjang pada tradisi barat. Liberalisme menekankan aspek kebebasan dan otonomi individu setiap manusia. Para filsuf Barat, seperti Thomas Hobbes, John Locke, Imanuel Kant, telah merumuskan prinsip-prinsip liberalisme ini. Dalam budaya seperti inilah sistem ekonomi kapitalis tumbuh.

Secara konseptual, kapitalisme liberal bisa kita lacak akarnya pada aliran ekonomi liberal klasik yang lahir dari tangan para pemikir seperti Adam Smith, David Ricardo, Thomas Maltus dan yang lain-lain. Titik tolak teori kapitalisme liberal klasik adalah asumsi bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik bilamana sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu, tujuan tersebut akan tercapai jika hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan bebas. Oleh karena itu tiap individu berhak mencari bidang hidupnya dan menghasilkan jenis barang serta jasa yang dikehendakinya tanpa adanya batasan. Setiap individu karena itu akan mengejar kepentingannya yang dianggap paling cocok dan paling baik. Keserasian dengan demikian akan tercipta dengan sendirinya.

Menurut kalangan marxsis, terutama bisa kita temukan dalam pemikiran Lenin tentang revolusi proletar. Setelah para pekerja mengusai terutama alat-alat produksi, para pekerja akan membentuk pemerintahan diktator (dictatorship of ploretariat). Tugas utama rezim diktator kelas pekerja ini adalah agar sisa-sisa kekuatan kelas borjuis tidak kembali mengkonsolidasikan diri. Selain itu, rezim ini harus melindungi semua kepentingan kelas pekerja. Kemudian dengan sendirinya negara diktator kelas pekerja ini akan hilang. Negara dengan sendirinya menghilang karena sudah tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat. Negara itu muncul karena masih adanya kelas dalam masyarakat. Terciptalah masyarakat komunisme yang merupakan tahap akhir dari perkembangan sejarah manusia. Dialektika telah berhenti pada aufhebung. Tahap komunisme ini, dalam bahasa Marx yang indah berlaku satu hukum: setiap orang memberikan apa yang bisa ia kerjakan, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia butuhkan. Sebuah tatanan masyarakat sama rasa sama rata.

Konsep dictatorship of ploretariat sepertinya yang membuat kalangan Marxis alergi pada demokrasi. Kediktatoran dalam sosialisme marxis, sepertinya adalah bagian yang inheren. Sebuah proses niscaya. Dari konsep inilah paham peran negara otoriter yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat muncul. Manifestasi paling jelas dari konsep ini adalah negara Uni Soviet sebelum bubar. Lazim pula dalam keyakinan kaum kiri bahwa ekonomi harus diatur sepenuhnya oleh negara, karena kepemilikan pribadi hanya akan membawa pada penindasan dan kesengsaraan. Konsep seperti inilah yang telah membius hampir seluruh bagian dunia pada sekitar tahun 1940 sampai 1960-an. Konsep ini seperti memberikan sebuah alternatif yang indah dan meyakinkan, terlebih ketika saat itu dunia sedang dilanda great depression yang berlangsung cukup lama. Seolah-olah saat itu ramalan Marx benar: kapitalisme mempunyai kelemahan yang akan membuatnya hilang dan digantikan oleh sosialisme. Akumulasi modal telah membuat kesenjangan semakin menganga, dan berarti revolusi tinggal menunggu hitungan hari, namun faktanya revolusi tidak terjadi. Para pemikir Marxsis sendiri berusaha menjelaskan fenomena ini. Menurut Lenin, Imperialisme penyebeb revolusi tidak terjadi, meski saat itu Eropa telah mencapai kematangan kapitalisme, Dengan imperialisme terhadap dunia ketiga, krisis kapitalisme bisa tertolong, karena kapitalisme Eropa mendapat pasar baru untuk menghindari over produksi.


Neostrukturalisme sebagai Sosialisme Baru dan Relevansi Pendekatan Ekonomi Politik di Indonesia


Dalam hubungan antara negara, masyarakat dan pasar, neostrukturalisme yang telah dilakukan oleh Cina dan Venezuela saat ini sesuai dengan iklim Indonesia. Ia memberikan peran yang lebih besar dan penting bagi negara dalam proses transformasi sosial dan mempunyai keinginan untuk lebih melibatkan kelompok-kelompok yang lemah dalam proses ini, terutama sekali karena sudah cenderung tidak melibatkan mereka diwaktu lalu. Berbeda dengan neoliberal yang mempunyai keinginan untuk membuat peran negara menjadi minimal, meletakkan pasar sebagai sebuah kekuatan untuk mengatur dan mereka mempercayai bahwa hal tersebut lebih efektif sebagai sebuah kekuatan transformatif, semakin sedikit batasan pada kebebasan pasar akan mempunyai dampak yang lebih baik bagi ekonomi nasional, masyarakat dan negara.

Neostrukturalisme sebenarnya dapat dipraktikan di Indonesia, karena prinsip-prinsipnya yang secara umum sesuai. Umumnya prinsip-prinsip ekonomi politik yang terangkum dalam neostrukturalis ialah peningkatan posisi ekonomi dan sosial masyarakat, dalam suatu negara bekas peninggalan feodalisme dan kolonialisme, hanya mungkin secara efektif dapat diraih jika prakondisi sosial dalam bentuk menghilangkan dan belenggu-belenggu struktural, dilakukan lebih dulu, yaitu perombakan kelembagaan masyarakat yang ada, struktur sosial yang ada, dan permintaan efektif yang ada.

Neostrukturalisme memandang penting kekuatan pasar, perusahaan swasta dan investasi asing langsung jika dibandingkan dengan strukturalisme tetapi neostrukturalisme berpendapat bahwa negara harus mengatur pasar melalui badan-badan pengatur yang kuat. Dalam pemikiran neostrukturalis negara lebih baik memainkan peranan yang sedikit penting dalam pembangunan daripada dilakukan dengan cara industrialisasi substitusi import dimana negara tidak lagi menjalankan aktivitas produksi langsung dengan melalui kepemilikan publik pada industri dan perusahaan lainnya. Kemampuan negara untuk mengatur perekonomian dibatasi, proteksionisme dan subsidi dapat digunakan hanya pada model yang sporadis dan terbatas. Desakan untuk memperoleh dan memelihara keseimbangan makro ekonomi dikenal, ketika saat ini stabilitas harga dan stabilitas fiskal dilihat sebagai sebuah kondisi untuk tumbuh, yang merupakan hal-hal yang tidak diperlukan dimasa lalu. Elemen utama neostrukturalisme lainnya adalah adanya perhatian yang lebih besar terhadap usaha pengurangan kemiskinan dan keadilan, yang memerlukan tindakan khusus oleh negara dan menyertakan kolaborasi dengan LSM-LSM.

Posisi yang berkaitan dengan pasar dunia pun telah berubah lebih kepada orientasi eksport dari pada substitusi import yang merupakan arah strategi yang harus diambil oleh sebuah perekonomian. Tetapi pergeseran kearah pasar dunia tersebut oleh neostrukturalis disusun dalam sebuah strategi pembangunan dari dalam seperti yang dikemukakan oleh Sunkel:


“Tidak ada pasar dan permintaan yang kritis. Inti dari pembangunan terletak pada sisi penawaran : kualitas, fleksibilitas, kombinasi dan pemanfaatan secara efisien sumber-sumber produktip, mengadopsi perkembangan teknologi, semangat untuk berinovasi, kreatifitas, kapasitas bagi disiplin dan organisasi sosial, penghematan publik dan swasta, memberikan penekanan pada tabungan, dan pengembangan keahlian untuk bersaing secara internasional. Singkatnya, ada sebuah usaha independent dari dalam diri untuk mencapai self-sustained development.” (Golinger, 2005)


Pasar dunia tidak dilihat sebagai sebuah obat mujarab. Tetapi transformasi domestik dalam struktur dan institusi produktif negara dilihat sebagai sebuah hal yang penting bagi self-sustained development. Transfromasi tersebut harus secara internal dikendalikan berdasarkan prioritas nasional. Perubahan yang lebih besar dalam kapasitas internal, kemungkinan yang lebih besar bagi negara untuk mengambil keuntungan dari kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh globalisasi dan meningkatkan kemampuan negara untuk membatasi semua kemungkinan efek negatif globalisasi. Elemen kunci neostrukturalisme diantaranya adalah pencapaian keunggulan kompetitif dalam beberapa area produktif utama di pasar dunia dengan melalui liberalisasi selektif, integrasi pada ekonomi dunia dan industri berorientasi eksport serta kebijakan pertumbuhan.


Daftar Pustaka


Buku

Fatah, Eep Saefulloh. 2010. Konflik, Manipulasi dan Kebangkrutan Orde Baru: Manajemen Konflik Malari, Petisi 50 dan Tanjung Priok. Jakarta: Buruk Merak Press.


Fukuyama, Francis. 2005. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


Muller, Jerry Z. 2002. The Mind and The Market, Capitalism in Modern European Thought. New York: Alfred A Knopf


Prasentyantoko, A. 2008. Bencana Finansial Stabilitas Sebagai Barang Publik. Jakarta: Kompas Media Nusantara.


Renton, David. ed. 2009. Membongkar Akar Krisis Global: Karl Marx dan Frederick Engels. Yogyakarta: Resist Book.


Ronald H. Chilcote . 2003 . Teori Perbandingan Politik . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


Jurnal Ilmiah

Golinger, Eva. 2005. Cracking US Intervention in Venezuela, Editorial Jose Marti, Havana, Kuba. The Chavez Code  1: 11-26.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut