Halloo!

Perkenalkan, Saya Eko Surya Winata!

Knowledge is Power

"Tulisan ini ngawur, sama kayak yang nulis" - Ayah

Tulisan Berbahaya!

"Maksudnya apa sih ini?" - Ibu

www.twitter.com/ekoswinata

Berteman dengan Eko Surya Winata di Twitter

Salam Kenal

Menulis Adalah Kerja untuk Keabadian!

Senin, 01 Oktober 2012

Speculative Realism dan Quentin Meillasoux

Sejarah filsafat kontinental menunjukkan aliran realisme termarjinalkan, itu sebabkan 'Speculative Realism' bangkit melawan. Filsafat kontinental didasari pada paradigma: struktur pikiran dan bahasa, membuat realitas tersingkir. Paradigma struktur pikiran dan bahasa sudah muncul sejak Rene Descartes, Hume, Locke, Kant, Hegel, Husserl, Wittgenstein dan Derrida. Paradigma "Correlationism" menekankan 'Human-World Relation' tergantung pada pikiran dan bahasa. Cara pikir anti realisme disebut Quentin Meillassoux (pemuka speculative realism) sebagai paradigma "Correlationism".

Bagi Kant, pikiran hanya bisa mengetahui fenomena bukan noumena (inti) maka pengetahuan semata konstruksi pikiran atas apa yg ditangkapnya sendiri. Immanuel Kant meneguhkan dgn "Correlationism" inti realitas tak mungkin diketahui, dalam-dirinya- sendiri (Das Ding an Sigh).  'Very Strong Correlationism' Meillasoux pada thesis ini: noumena tak bisa diketahui dan dipikiran, itu tanpa makna, tapi bagaimanapun itu ada. Meillassoux membagi: Weak Corl, Strong, dan Very Strong Correlationism (Meillassoux sendiri berpegang pada yg terakhir). Bagi Kant, sekalipun inti realitas tdk bisa diketaui at least bisa dipikirkan, ini disebut Meillassoux sbg  'Weak Correlationism'. 'Anti Correlationism' Meillassoux tertuju pd kontruksi pikiran dan bahasa, sedang 'Correlationisme'-nya sendiri berdiri di atas matematika. 

Sejarah filsafat kontinental sejak descartes dibangun pada 2 fondasi ekstrim: idealisme absolut dan realisme naif. Tujuan 'meillasoux' dengan Speculative Realism tak lain ingin mengatasi 2 ekstrim idealisme absolut dengan realisme naif Idealisme absolut, noumena tidak ada kecuali pikiran/idea itu sendiri, (realitas adalah idea). Realisme naif: noumena ada dan bisa diketahui. Bisa disebut sbg ;dogmatisme filosofis. Untuk mengatasi 2 ekstrim dalam sejarah filsafat itu, Meillassoux kemukakan konsep paradox:  'Necessity of Contigency', dari kategori Kant. Karena menolak bahasa dan kembali pd plato: filsafat sbg paradigma matematik, Meillassoux menggunakan matematik sebagai jiwa spekulatifnya. Apa yang real bagi meillassoux juga tidak sertamerta sesuai dengan ilmu-ilmu alam memperlakukan nature sbg yg real dengan hukum kausalitasnya. Alam bagi Meillassoux juga tak lepas dari konsep kontingensi, seolah-olah, tak berhenti pada prosedur hukum kausalitas. Matematika juga bersifat kontingen, tak terprosedurkan, Infinite. Jadi hanya kontingensi yg bersifat niscaya. (paradoks). Jika yang niscaya itu keseolahan itu sendiri samahalnya pikiran Meillassoux dgn filsuf Inggris Whitehead, yg pasti adalah ketidakpastian itu sendiri.

Pada Speculative Realism kita bisa membaca bahwa filsafat harus terus ke depan, memangkas Absolutisme dan Dogmatisme. Jika Matematika Spekulatif dipegang Meillassoux lalu bgmn hal itu bisa berhadapan dgn yang real?. Sayangnya seperti yg disintil temannya sendiri Graham Harman, Meillasoux tak bisa pisahkan matematika praktis dan spekulatif. Jika maksudnya matematika harus menspekulasikan realitas maka "Speculitve Realism" kembali pada modus "Dialektika Materialisme". Cara berpikir speculative realism tak memberikan radikalisme filosofis yang baru, pada semangatnya Anti Absolutisme/Dogmatisme jelas tidak. Pandangan Speculative Realism atas bahasa masih 'culun' belom paradigmatis, menjeneralisasikan bahasa semaunya. Jika pun Speculative Realism mau hidupkan lagi yg real, maka ia akan segera tenggelam ol prinsip Husserl "kembali pd benda itu sendiri" Banyak sekali pemikiran filsafat yang memberikan suntikan baru tapi tidak cukup membuat filsafat itu meradang-terjang.

Minggu, 23 September 2012

Harapan Ibu

Wahai anakku, sekarang ibu mulai tua. Maaf ibu tak pernah bisa berhenti mencintaimu, dan bila ibu tak mampu mengasuhmu sekarang maka maafkanlah, nak.
Nak, saat ibu sudah tak mampu berdiri tegap. Tulang dan otot pun sudah tak mampu membantu berjalan lama, maka janganlah kau biarkan aku berjalan tanpa tongkat. Karena demikian aku 38 tahun yang lalu membantumu belajar berjalan.
Wahai anakku, tidaklah aku menuntut kesenanganmu. Akulah yang senang ketika kau senang, aku pun yang sedih saat dirimu sedih, dan aku yang malu saat dirimu bertindak memalukan, aku juga orangnya yg dengan tulus menyelipkan namamu pada tiap ucap doaku.
Dan janganlah kau merasa jijik saatku mulai malas mandi. Aku yg tak pernah letih memandikanmu sewaktu kecil, mengejarmu kesana-kemari.
Wahai anakku, janganlah kau membentakku ketika aku mulai menjadi pelupa dan tuli. Begitupun diriku saat dulu mengajakmu mengenal sesuatu, mengajarimu tentang suatu hal secara berulang-ulang.
Nak, janganlah kau berkata padaku dengan nada cemooh, saatku buta teknologi. Tiadalah letih diriku menghendaki dan mengenalkanmu ilmu pengetahuan dan teknologi sewaktu kau kecil.
Rawatlah diriku baik-baik saatku sakit, karena aku tidak mau tidak disampingmu saat kau juga demikian.
Temani diriku saat aku mulai tutup usia sayang. Aku tahu bukan usia yang menemukan arti kehidupan.
*Ibumu

Rabu, 13 Juni 2012

ANALISIS REVIEW FILM BOYS DON’T CRY  

Modernitas ditandai oleh proses rasionalisasi masyarakat dimana mereka mengganti pembicaraan tentang mitos dengan logos. Oleh karena itu muncul ilmu pengetahuan alam yang semakin maju sehingga menggeser struktur masyarakat yang primitif. Modernitas percaya bahwa sejarah bersifat progresif dimana masyarakat akan meninggalkan hal yang irasional. Hal ini berkaitan dengan konsep subjek  modern yang dilandaskan pada etika promethean dimana manusia dipandang sebagai makhluk yang tunduk pada alam, sehingga manusia mengalami perubahan dari dalam dirinya dan lingkungannya.


Mengikuti perkembangan jaman, semakin lama banyak orang skeptis dengan konsep modern, khususnya yang diajukan oleh Liberalisme dan Marxisme. Kaum komunitarian menolak konsep tentang progresivitas sejarah yang dianggap sebagai ilusi, karena sejarah menciptakan alur yang tidak timbal balik (irreversibel) sehingga melenyapkan kosakata moral yang juga menjadi bagian di dalam masyarakat.  Oleh karena itu konsep promethean dikritik karena memosisikan diri sebagai tuan, sedangkan yang lain sebagai budak.


Subjek promethean bukan cerminan dari suatu komunitas yang terkonstitusi di dalamnya tetapi menyalahi pemahaman tentang subjek. Subjek promethean menekankan pada diri secara atomistik sehingga mengabaikan yang lain (the other). Subjek tersebut cenderung menguasai alam, sehingga tidak menghormati subjek lain yang hidup dengan alam. Subjek promethean menggunakan logika instrumental dan gagal memahami subjek lain (the other) yang menggunakan logika non-instrumental. Homogenitas kemanusiaan ini menghancurkan yang lain, yang subjektivitasnya tidak berjarak dengan alam dan menolak rasio instrumental.


The other yang berlawanan dengan subjek promethean ini salah satunya adalah perempuan. Subjek promethean yang mengagungkan diri hanya ditujukan bagi masyarakat modern yang laki-laki tetapi tidak bagi perempuan. Perempuan tetap dianggap inferior, dan tidak dapat mengakses kemanusiaan yang utuh. Ketiadaan anggapan kemanusiaan yang utuh menyebabkan perempuan berada pada posisi yang subordinat dibanding laki-laki. Hal ini menyebabkan perempuan tidak dapat mengakses hak akan pendidikan, poitik dan ekonomi yang setara.


Boys Don’t Cry  adalah salah satu film yang cukup merepresentasikan perempuan dalam masyarakat seaungguhnya masih menjadi subordinat. Film karya Kimberly Pierce ini diangkat dari kisah nyata seorang transgender bernama Teena Brandon yang dibunuh pada Desember 1993 di Nebraska, Amerika Serikat. Dalam film tersebut Teena menjalani pilihan yang sangat berat dalam hidupnya, yaitu menjadi transgender di dalam lingkungan yang kuat keyakinannya akan misogyny. Perilakunya yang memacari wanita awam (tidak tahu bahwa dirinya lelaki), membuat jengkel masyarakat di lingkungan rumahnya, hingga akhirnya Teena pergi dan bertemu dengan Lana (wanita yang dicintainya). Lingkungan dimana Lana tinggal sangatlah kental terhadap ego maskulinitas, hingga akhirnya Teena mengalami pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh dua lelaki kulit putih, yang tak lain adalah kerabat Lana dan Teena sendiri.


Mary Wolstonecraft menganggap bahwa perempuan didomestikasi sehingga tidak mampu mengembangkan kapasitas nalarnya. Meskipun Wolstonecraft tidak menggunakan kata peran gender yang dikonstruksi namun penilaiannya jelas mengandaikan bahwa terdapat peran gender yang tidak seimbang. Dalam pemerintahan ataupun dunia luar, perempuan dianggap lebih inferior daripada laki-laki. Apa yang membuat laki-laki dipandang lebih mulia adalah rasionya, sehingga kesempurnaan alam dan kapabilitas kebahagiaan perempuan, harus dikaitkan dengan rasio, kebaikan dan pengetahuan. Ketiganya menjadi derajat kemuliaan yang dimiliki laki-laki sebagai legitimasi masyarakat.


Dalam pandangan Women, Environment, and Development (WED) harus ada penolakan bagi perempuan terhadap pemberdayaan, yang bilamana tidak terdapat pemisahan antara laki-laki, perempuan, dan alam (Nature) di dalam rezim patriarki. Dengan demikian jelas penentangan terhadap konsep promothean. Heterosexisme dan ego maskulinitas adalah dua pilar yang selalu menjadi lawan emansipasi. Heterosexisme adalah suatu strategi ekonomi, politik, dan emosi praktis dalam melindungi konsep “pria” dan “wanita” (Feigenbaum, 2007; Hoagland, 2007). Cornell (2007) juga megatakan bahwa manusia seringkali berada dalam bayang heterosexual dikarenakan ketersesatan dalam memahami rasa takut akan dekandensi cinta. Cinta di sini adalah konsep yang diajukan untuk memahami identitas gender. Seharusnya dengan cinta yang ada kita akan lebih mudah dalam menjalin relasi sosial dan persahabatan dengan orang lain. Pengingkaran keberadaan LGBT (Lesbian, Gay, Bisex, Transgender) dalam masyarakat aalah suatu bentuk dehumanisasi yang halus sifatnya. Kerap kali pelecehan dan kekerasan bahkan menyertai ketidakberpihakan banyak orang terhadap eksistensi mereka.


Daftar Pustaka


Oetomo, D. 2003. Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Pustaka Marwa

Norton, R. 2002. A Critique of Social Constructionism and Postmodern Queer Theory: Queer Culture vs Homophobic Discourse. http://www.infopt.demon.co.uk/social24.htm. diunduh 2 Februrai 2010.

Mosse, Julia Cleves. 2002. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 22 Mei 2012

Lady Gaga dan Filsafat Moral: Plato dan Marx

Dalam filsafat moral, tubuh dianggap sumber bencana (kerusakan moral) bukan pikiran, itu warisan filsafat Plato. Plato optimis pikiran adalah sebuah  potensi untuk berabstraksi menuju dunia ideal (universally) tubuh menyerap dan menampilkan hal-hal yang menyesatkan. Jadi, segala kegiatan tubuh atau indra dianggap sepele oleh plato.  Oleh karena itu jangan menari di depannya, apalagi sampai meliuk-liuk seperti Lady Gaga. Bila mengikuti moral plato, "aku" adalah aku-tubuh dan aku-pikiran yang jalannya berbeda (musuhan), dan kerja pikiran adalah mendisiplinkan tubuh. Tubuh hanya mengajak aku untuk bersenang-senang, nikmati hidup senikmat-nikmatnya, sehingga bagi Plato itu sangat banal. Aku nikmat (minum, makan, seks, begitu saja terus) hidup tanpa tujuan untuk sesuatu yg ideal, bagi plato merupakam hidup yang tak layak dihidupi. Jadi bila dilihat dari moral plato yg idealis, moral yg sangat metafisis itu, geliat-geliat tubuh Inul, Lady Gaga, Jacko, dll. itu cetek-banal.

Karl marx menyerang moral metafisis warisan plato yang dia sebut sebagai moral borjuasi. Menurutnya moral harus diturunkan ke bumi, bukan ke angkasa. Nietzsche-pun tak mau ketinggalan menyerang filsafat moral plato. Menurutnya bukan pikiran-idea (metafisis) letak permasalahannya, melainkan adalah kehendak berkuasa! (will to power). Bagi Marx moral merupakam kesadaran kelas proletar untuk merevolusi moral borjuasi platonik, seni misalnya bkn utk "dunia ideal" melainkan urusan 'perut'. Bagi kacamata marxian, nyanyian dan tarian Lady Gaga tak bisa diterima sejauh itu merupakam konstruksi borjuasi-kapitalisme! Kalo nyanyian-tarian lady gaga misalnya ternyta mudah diterima dan membangun kesadaran kelas proletar melawan kapitalisme, bagi marxis, Why Not?


Adendum:

Lady Gaga memang merupakan ikon budaya pop global, yang dikonstruksi oleh kapitalisme global. Bila tidak suka silahkan ambil gaya anti- neoimperialisme. Namun jangan hanya menolak lady gaga, tolak internet, handphone, dll, karena itu juga produk kapitalisme. Jika menjadi anti-neoimperalisme (kapitalisme global) yg taat, menolak lady gaga dan marah-marah di twiter/Facebook/email, dll. itu sangat menggelikkan. Namun jika menjadi anti-neoimperealisme yg setengah-tengah tidak sedikit munafik, yaitu menolak Lady Gaga tapi terima produk kapitalisme global lainnya. Dengan demikian kalo mau pakai ilmu gebuk musuh dgn ilmunya sendiri yah latihan dan kuasailah jurus-jurusnya, kuasailah kapitalisme dan jurus-jurus Lady Gaga! *eeaa


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 06 Mei 2012

Filsafat Ilmu: Sains dan Filsafat

Pengetahuan adalah makna/pembahasaan atas objek-objek abstrak atau kongkrit yang terjalin menjadi sebuah struktur pemikiran. Pengetahuan-bahasa-pemikiran, adalah tiga unsur yang tak bisa lepas satu sama lain sebagai proses mental dlm diri seseorang. Filsafat ilmu adalah kajian yang bersifat kritis, dan radikal tentang dasar, sumber, metode, validitas, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu berkaitan dengan: epistemologi, metodologi, sejarah ilmu, psikologi ilmu, dan sosiologi ilmu. Filsafat ilmu merupakan penyelidikan lanjutan (secondary reflection) terhadap ilmu pengetahuan. Manfaat filsafat ilmu, yaitu:

1. Memahami asumsi-asumsi atau dasar-dasar filsafat (ontologis, epistemologis dan aksiologis) ilmu pengetahuan;

2. Memahami bentuk-bentuk atau jenis-jenis ilmu pengetahuan, serta mengetahui kekuatan dan keterbatasannya;

3. Memahami ragam pandangan tentang dan penilaian kritis terhadap ilmu pengetahuan.


Filsafat membantu ilmu memikirkan dan menjawab apa yang tak dapat dipikirkan dan dijawab oleh sains. Sains menyediakan pertanyaan-pertanyaan bagi filsafat. Filsafat menyediakan konsep-konsep yang gejalanya dapat diteliti oleh sains. Ilmu pengetahuan modern menemukan banyak persoalan yang tak dapat dijawab langsung dengan metode-metode empirik. Perlu refleksi filosofis. Ilmu pengetahuan perlu menentukan asumsi-asumsi dasarnya yang pada dasarnya adalah filsafat tertentu.


Kurt Gödel: "Matematika sebagai logika sains memberikan bukti bagi keterbatasan sistem-sistem pengetahuan"


Sains berbeda dari cara perolehan pengetahuan lain karena penjelasannya. Motif sains adalah setepat dan sejelas mungkin menjelaskan gejala. Sedangkan flsafat ilmu menyediakan kerangka orientasi bagi ilmu untuk mendekati dan memandang gejala. Filsafat ilmu membantu ilmu untuk menyediakan kerangka pikir untuk menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan gejala. Filsafat ilmu memikirkan dan mengkaji persoalan yang tak dapat dijawab oleh ilmu. Hasilnya: asumsi, kerangka pikir dan cara memahami ilmu.


Penjelasan ilmiah mengandung “explanans” atau “explanantia” = kalimat yang menjelaskan; dan “explanandum”atau “explananda” = kejadian yang dijelaskan. Ada filsuf yang mencari hubungan obyektif antara "explanandum" dan "explanans" sebab mereka percaya bahwa sains mengandung kebenaran tentang dunia. Ada juga yang percaya hubungan antara "explanandum" dan "explanans" adalah hasil konstruksi manusia dalam rangka memahami dunia. Filsuf yang mencari hubungan obyektif antara "explanandum" dan "explanans" menganggap penjelasan ilmiah mencerminkan kenyataan dunia . Flsuf yang percaya hubungan antara "explanandum" dan "explanans" adalah hasil konstruksi memandang penjelasan ilmiah sebagai alat manusia. Empirisme: pengetahuan dijustifikasi oleh pengalaman; kebenaran sains tak niscaya dan tak melampaui kenyataan yang ditemui dalam pengalaman. Rasionalisme: pengetahuan datang dari pikiran dan dijustifikasi oleh koherensi logis.


Ada yang beranggapan, penjelasan Ilmiah membutuhkan hukum-hukum yang mendasarinya, oleh sebab itu penjelasan adalah penjelasan sebab-akibat. Ilmuwan lain berusaha mengerti cara penalaran bekerja dalam penjelasan yang diberikan ilmuwan. Menurut mereka ilmu tak perlu mencari hukum. Awalnya ilmuwan mau menjelaskan obyek seharusnya. Tapi ini sulit sekali sebab observasi/eksperimen hanya menunjukan obyek sebagaimana adanya Ilmuwan belakangan tidak mencari hukum sebagai penjelas, melainkan lebih fokus pada bagaimana penjelasan menjawab pertanyaan orang. Ada dua pendekatan penjelasan ilmiah, yaitu:

1. Penjelasan sebab-akibat yang menyertakan hukum;

2. Hubungan sebab-akibat tanpa melibatkan hukum. Hubungan sebab-akibat yg tak libatkan hukum terdiri dari: 1. Unifikasi: memadukan berbagai penjelasan menjadi lebih lengkap, akurat dan umum; 2. Penjelasan teleologis: penjelasan beorientasi pada tujuan (telos);

3. Penjelasan dengan menekankan keniscayaan logis (logical necessity). Prinsip parsimoni berlaku: Penjelasan yang paling sederhana dan paling mungkin, serta paling luas jangkauannya yang paling diandalkan.


Antirealisme: memperlakukan teori sebagai sebuah alat heuristik (jalan-pintas), sebuah instrumen untuk meramalkan saja. Realisme: memandang teori ilmiah sebagai deskripsi yang bisa benar/salah dari fenomena yang teramati. Teori yang baik adalah teori yang benar.Realisme: berkeras bahwa hanya kesimpulan dari teori yang mendekati kebenaran yang dapat secara baik menjelaskan dan memprediksi gejala. Ilmu pengetahuan berikhtiar untuk merekonstruksi secara rasional alam yang ideal atau esensial yang hendak dijelaskan oleh teori ilmiah.


Equipped with his five senses, man explores the universe around him and calls the adventure Science. ~Edwin Powell Hubble (1954)

Every great advance in science has issued from a new audacity of imagination. ~John Dewey, "The Quest for Certainty", (1929)

Science increases our power in proportion as it lowers our pride. ~Claude Bernard


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 03 Mei 2012

Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi dan Neostrukturalisme di Indonesia

Bedah Perdebatan Klasik Ideologi dan Demokrasi di Era Kontemporer

Perkembangan pemikiran dan praksis demokrasi  di era kontemporer memang semakin kompleks. Kemunculan bangsa – bangsa negara dan pertarungan ideologi menjadi komponen pokok yang mengisi rejim demokrasi di era tersebut. Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal. Gerakan anti kapitalisme global bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi.

Schumpeter memang sangat mengagumi kapitalisme dan tidak terlalu suka terhadap  sosialisme. Ia berpendapat bahwa ternyata pada akhirnya, kapitalisme dalam waktu jangka panjang tidak bisa lagi dipertahankan. Keruntuhan kapitalisme ini menurutnya bukan disebabkan karena adanya faktor luar, melainkan akan runtuh oleh sebab-sebab internal. Ia berpendapat bahwa disukai atau tidak, pada masa yang akan datang, sosialisme tak bisa lagi dielakan. Dalam sistem sosialisme masih dimungkinkan adanya demokrasi atau tidak adalah ng kemudian akan dibahas. Dalam hal ini Schumpeter pun bersih keras berpendapat bahwa demokrasi secara menyeluruh bisa berjalan bersama-sama dengan sistem sosialis. Ia mempertegas pendapat bahwa demokrasi bukan saja bisa diterapkan dalam sosialisme, bahkan demokrasi yang sejati yang meliputi aspek ekonomi dan politik hanya dapat diwujudkan dalam dan dengan sosialisme.

Jerry Z Muller dalam bukunya The Mind and The Market mengemukakan bahwa pemikiran Schumpeterian banyak menyimpan ironi. Ironi karena hampir sebagian besar bukunya sebenarnya adalah pemaparan perihal kekagumannya pada sistem ekonomi kapitalis. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang betul-betul dinamis dan kreatif serta telah membawa manusia pada kesejahteraan. Namun menurutnya, kapitalisme akan mati oleh tangannya sendiri justru karena keberhasilannya. Sosialisme akan datang, namun tidak seperti diramalkan Karl Marx bahwa sosialisme muncul karena kapitalisme menyimpan banyak kekurangan, tetapi kapitalisme akan digantikan oleh sosialisme karena kapitalisme menciptakan kekuatan kultural dan sosial yang akan membawanya ke arah kehancuran. Kapitalisme akan hilang bukan karena kegagalannya, tetapi justru karena keberhasilannya. Itulah kenapa pemikiran Schumpeter, menurut Muller (2002) menyimpan banyak ironi.

Berkaitan dengan hal ini, sebuah penjelasan bisa kita ajukan. Schumpeter mengerjakan seluruh karya-karyanya pada masa Eropa dan Amerika (dunia) sedang mengalami depresi ekonomi yang sangat parah. Depresi ekonomi itu muncul semenjak perang dunia pertama. Depresi itu, dalam beberapa hal, seolah menunjukan ramalan Marx bahwa, suatu saat, kapitalisme dengan sendirinya akan runtuh karena mempunyai kontradiksi internal. Saat itu memang adalah masa cobaan paling berat bagi kapitalisme. Depresi itu menyebabkan suburnya pemikiran Marxisme di satu sisi sebagai kekuatan kiri, dan Fasisme (Nazisme) di sisi lain sebagai kekuatan ekstrim kanan. Dari dua ideologi ini kapitalisme liberal diserang: kiri dan kanan sekaligus. Kedua ideologi ini mempunyai kesamaan: menempatkan negara dalam posisi yang sangat kuat dalam mengelola kehidupan bernegara, bahkan menjadi totaliter. Anehnya kedua sistem ini melupakan peranan masyarakat sipil yang otonom. Hal inilah yang kelak, menurut Francis Fukuyama, menyebabkan kedua sistem ini hancur dan hanya bertahan beberapa tahun saja. Dalam kondisi seperti inilah Schumpeter mengkonstruksi teorinya.

Dapat dilihat bahwa Schumpeter dan pengikutnya, seperti Przeworski, Schumacher, Dahl, Di Palma, Donal Share, dll. Memandang demokrasi dapat diterapkan di dalam kondisi ideologi apapun. Milton Friedman dan Hayek yang libertarian adalah yang berpendapat sebaliknya. Mereka berkeyakinan bahwa kebebasan ekonomi, sebagaimana menjelma dalam sistem ekonomi kapitalis, adalah syarat bagi munculnya demokrasi dan kemerdekaan politik. Kontrol terhadap sektor ekonomi, sebagaimana lazim terjadi dalam sistem sosialis, pada ujung-ujungnya selalu berarti kontrol terhadap kehidupan politik. Itulah alasan kenapa negara seperti Uni Soviet, China, Kuba dan negara sosialis lain menjadi sangat totaliter. Kebebasan dalam dunia politik, sebagaimana bisa ditemukan dalam sistem demokrasi liberal, menjadi hilang. Kehidupan masyarakat semuanya dikontrol. Friedman bahkan dengan gamblang mengatakan bahwa sebuah masyarakat tidak bisa sosialis sekaligus demokratis. Menurutnya dua sistem ini bertentangan, karena sosialisme tidak mungkin memberikan kebebasan individu sebagai syarat demokrasi. Bagi mereka tatanan ekonomi memainkan peranan ganda dalam menciptakan sebuah masyarakat yang bebas. Di satu pihak kebebasan ekonomi adalah begian dari kebebasan dalam arti luas; jadi, kebebasan ekonomi itu sendiri adalah tujuannya. Di sisi lain kebebasan ekonomi adalah cara yang niscaya bagi munculnya kebebasan politik. Kebebasan politik diartikan sebagai tidak adanya penindasan terhadap manusia oleh sesamanya.

Ancaman terbesar bagi kebebasan manusia adalah kekuasaan untuk memaksa. Kekuasaan memaksa biasanya muncul dalam sistem yang terpusat, baik dalam oligarki, monarki, diktator ataupun pemerintahan berdasar tirani mayoritas. Karena itu, kekuatan harus disebarkan dan tidak boleh terpusat. Sejarah menunjukan bahwa pemaksaan bisa berawal dari cara mengorganisasikan kepentingan ekonomi.

Menurut Friedman, ada dua cara untuk mengorganisasikan kepentingan masyarakat. Pertama dengan cara bimbingan terpusat dan sistem komando. Jalur ini meniscayakan munculnya penyeragaman dan paksaan. Butuh militer yang kuat, partai tunggal dan sistem negara totaliter. Uni Soviet dan China adalah dua contoh terbaik. Cara kedua adalah sistem kerjasama individu yang sukarela. Teknik yang digunakan dalam sistem ini adalah sistem pasaran. Pengelolaan ekonomi diserahkan pada pasar. Negara tidak lagi mengurusi masalah-masalah ekonomi. Sistem pasar ini adalah obat mujarab untuk menghilangkan sumber paksaan: pengaturan ekonomi oleh negara. Kekuatan ekonomi dalam hal ini menjadi pembatas bagi kekuasaan politik.

Berdasarkan pemaparan di atas, baik sosialisme maupun kapitalisme masing-masing terlihat menginginkan demokrasi. Keduanya mempunyai kepentingan dengan nilai-nilai demokrasi, meskipun demikian mempunyai penekanan yang berbeda. Kapitalisme liberal menekankan aspek kebebasan (Liberty) dari demokrasi, sementara sosialisme menekankan aspek lain, yakni kesetaraan (equality). Keduanya sebenarnya adalah dua nilai ideal yang memang dibutuhkan dalam demokrasi, namun terkadang kedua nilai ini bertentangan. Ketika kesetaraan dan persamaan ingin dikejar, maka kebebasan harus dibatasi. Sebaliknya, ketika kebebasan menjadi prioritas, persamaan menjadi dirugikan.

Neostrukturalisme Sebagai Pendekatan yang Sesuai dengan Pemecahan

MasalahEkonomi Politik dan Demokrasi di Indonesia

Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang berprinsip bahwa produksi dan distribusi barang-barang diserahkan pada mekanisme pasar dengan berlandaskan pada prinsip hak milik pribadi dan kebebasan melakukan pertukaran antara individu-individu yang bebas secara legal (Muller, 2002). Penekanannya pada aspek kedaulatan individu inilah yang membuat kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari liberalisme. Kapitalisme adalah bentuk dari liberalisme dalam dunia ekonomi. Liberalisme sendiri adalah buah dari proses yang sangat panjang pada tradisi barat. Liberalisme menekankan aspek kebebasan dan otonomi individu setiap manusia. Para filsuf Barat, seperti Thomas Hobbes, John Locke, Imanuel Kant, telah merumuskan prinsip-prinsip liberalisme ini. Dalam budaya seperti inilah sistem ekonomi kapitalis tumbuh.

Secara konseptual, kapitalisme liberal bisa kita lacak akarnya pada aliran ekonomi liberal klasik yang lahir dari tangan para pemikir seperti Adam Smith, David Ricardo, Thomas Maltus dan yang lain-lain. Titik tolak teori kapitalisme liberal klasik adalah asumsi bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik bilamana sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu, tujuan tersebut akan tercapai jika hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan bebas. Oleh karena itu tiap individu berhak mencari bidang hidupnya dan menghasilkan jenis barang serta jasa yang dikehendakinya tanpa adanya batasan. Setiap individu karena itu akan mengejar kepentingannya yang dianggap paling cocok dan paling baik. Keserasian dengan demikian akan tercipta dengan sendirinya.

Menurut kalangan marxsis, terutama bisa kita temukan dalam pemikiran Lenin tentang revolusi proletar. Setelah para pekerja mengusai terutama alat-alat produksi, para pekerja akan membentuk pemerintahan diktator (dictatorship of ploretariat). Tugas utama rezim diktator kelas pekerja ini adalah agar sisa-sisa kekuatan kelas borjuis tidak kembali mengkonsolidasikan diri. Selain itu, rezim ini harus melindungi semua kepentingan kelas pekerja. Kemudian dengan sendirinya negara diktator kelas pekerja ini akan hilang. Negara dengan sendirinya menghilang karena sudah tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat. Negara itu muncul karena masih adanya kelas dalam masyarakat. Terciptalah masyarakat komunisme yang merupakan tahap akhir dari perkembangan sejarah manusia. Dialektika telah berhenti pada aufhebung. Tahap komunisme ini, dalam bahasa Marx yang indah berlaku satu hukum: setiap orang memberikan apa yang bisa ia kerjakan, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia butuhkan. Sebuah tatanan masyarakat sama rasa sama rata.

Konsep dictatorship of ploretariat sepertinya yang membuat kalangan Marxis alergi pada demokrasi. Kediktatoran dalam sosialisme marxis, sepertinya adalah bagian yang inheren. Sebuah proses niscaya. Dari konsep inilah paham peran negara otoriter yang mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat muncul. Manifestasi paling jelas dari konsep ini adalah negara Uni Soviet sebelum bubar. Lazim pula dalam keyakinan kaum kiri bahwa ekonomi harus diatur sepenuhnya oleh negara, karena kepemilikan pribadi hanya akan membawa pada penindasan dan kesengsaraan. Konsep seperti inilah yang telah membius hampir seluruh bagian dunia pada sekitar tahun 1940 sampai 1960-an. Konsep ini seperti memberikan sebuah alternatif yang indah dan meyakinkan, terlebih ketika saat itu dunia sedang dilanda great depression yang berlangsung cukup lama. Seolah-olah saat itu ramalan Marx benar: kapitalisme mempunyai kelemahan yang akan membuatnya hilang dan digantikan oleh sosialisme. Akumulasi modal telah membuat kesenjangan semakin menganga, dan berarti revolusi tinggal menunggu hitungan hari, namun faktanya revolusi tidak terjadi. Para pemikir Marxsis sendiri berusaha menjelaskan fenomena ini. Menurut Lenin, Imperialisme penyebeb revolusi tidak terjadi, meski saat itu Eropa telah mencapai kematangan kapitalisme, Dengan imperialisme terhadap dunia ketiga, krisis kapitalisme bisa tertolong, karena kapitalisme Eropa mendapat pasar baru untuk menghindari over produksi.


Neostrukturalisme sebagai Sosialisme Baru dan Relevansi Pendekatan Ekonomi Politik di Indonesia


Dalam hubungan antara negara, masyarakat dan pasar, neostrukturalisme yang telah dilakukan oleh Cina dan Venezuela saat ini sesuai dengan iklim Indonesia. Ia memberikan peran yang lebih besar dan penting bagi negara dalam proses transformasi sosial dan mempunyai keinginan untuk lebih melibatkan kelompok-kelompok yang lemah dalam proses ini, terutama sekali karena sudah cenderung tidak melibatkan mereka diwaktu lalu. Berbeda dengan neoliberal yang mempunyai keinginan untuk membuat peran negara menjadi minimal, meletakkan pasar sebagai sebuah kekuatan untuk mengatur dan mereka mempercayai bahwa hal tersebut lebih efektif sebagai sebuah kekuatan transformatif, semakin sedikit batasan pada kebebasan pasar akan mempunyai dampak yang lebih baik bagi ekonomi nasional, masyarakat dan negara.

Neostrukturalisme sebenarnya dapat dipraktikan di Indonesia, karena prinsip-prinsipnya yang secara umum sesuai. Umumnya prinsip-prinsip ekonomi politik yang terangkum dalam neostrukturalis ialah peningkatan posisi ekonomi dan sosial masyarakat, dalam suatu negara bekas peninggalan feodalisme dan kolonialisme, hanya mungkin secara efektif dapat diraih jika prakondisi sosial dalam bentuk menghilangkan dan belenggu-belenggu struktural, dilakukan lebih dulu, yaitu perombakan kelembagaan masyarakat yang ada, struktur sosial yang ada, dan permintaan efektif yang ada.

Neostrukturalisme memandang penting kekuatan pasar, perusahaan swasta dan investasi asing langsung jika dibandingkan dengan strukturalisme tetapi neostrukturalisme berpendapat bahwa negara harus mengatur pasar melalui badan-badan pengatur yang kuat. Dalam pemikiran neostrukturalis negara lebih baik memainkan peranan yang sedikit penting dalam pembangunan daripada dilakukan dengan cara industrialisasi substitusi import dimana negara tidak lagi menjalankan aktivitas produksi langsung dengan melalui kepemilikan publik pada industri dan perusahaan lainnya. Kemampuan negara untuk mengatur perekonomian dibatasi, proteksionisme dan subsidi dapat digunakan hanya pada model yang sporadis dan terbatas. Desakan untuk memperoleh dan memelihara keseimbangan makro ekonomi dikenal, ketika saat ini stabilitas harga dan stabilitas fiskal dilihat sebagai sebuah kondisi untuk tumbuh, yang merupakan hal-hal yang tidak diperlukan dimasa lalu. Elemen utama neostrukturalisme lainnya adalah adanya perhatian yang lebih besar terhadap usaha pengurangan kemiskinan dan keadilan, yang memerlukan tindakan khusus oleh negara dan menyertakan kolaborasi dengan LSM-LSM.

Posisi yang berkaitan dengan pasar dunia pun telah berubah lebih kepada orientasi eksport dari pada substitusi import yang merupakan arah strategi yang harus diambil oleh sebuah perekonomian. Tetapi pergeseran kearah pasar dunia tersebut oleh neostrukturalis disusun dalam sebuah strategi pembangunan dari dalam seperti yang dikemukakan oleh Sunkel:


“Tidak ada pasar dan permintaan yang kritis. Inti dari pembangunan terletak pada sisi penawaran : kualitas, fleksibilitas, kombinasi dan pemanfaatan secara efisien sumber-sumber produktip, mengadopsi perkembangan teknologi, semangat untuk berinovasi, kreatifitas, kapasitas bagi disiplin dan organisasi sosial, penghematan publik dan swasta, memberikan penekanan pada tabungan, dan pengembangan keahlian untuk bersaing secara internasional. Singkatnya, ada sebuah usaha independent dari dalam diri untuk mencapai self-sustained development.” (Golinger, 2005)


Pasar dunia tidak dilihat sebagai sebuah obat mujarab. Tetapi transformasi domestik dalam struktur dan institusi produktif negara dilihat sebagai sebuah hal yang penting bagi self-sustained development. Transfromasi tersebut harus secara internal dikendalikan berdasarkan prioritas nasional. Perubahan yang lebih besar dalam kapasitas internal, kemungkinan yang lebih besar bagi negara untuk mengambil keuntungan dari kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh globalisasi dan meningkatkan kemampuan negara untuk membatasi semua kemungkinan efek negatif globalisasi. Elemen kunci neostrukturalisme diantaranya adalah pencapaian keunggulan kompetitif dalam beberapa area produktif utama di pasar dunia dengan melalui liberalisasi selektif, integrasi pada ekonomi dunia dan industri berorientasi eksport serta kebijakan pertumbuhan.


Daftar Pustaka


Buku

Fatah, Eep Saefulloh. 2010. Konflik, Manipulasi dan Kebangkrutan Orde Baru: Manajemen Konflik Malari, Petisi 50 dan Tanjung Priok. Jakarta: Buruk Merak Press.


Fukuyama, Francis. 2005. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


Muller, Jerry Z. 2002. The Mind and The Market, Capitalism in Modern European Thought. New York: Alfred A Knopf


Prasentyantoko, A. 2008. Bencana Finansial Stabilitas Sebagai Barang Publik. Jakarta: Kompas Media Nusantara.


Renton, David. ed. 2009. Membongkar Akar Krisis Global: Karl Marx dan Frederick Engels. Yogyakarta: Resist Book.


Ronald H. Chilcote . 2003 . Teori Perbandingan Politik . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


Jurnal Ilmiah

Golinger, Eva. 2005. Cracking US Intervention in Venezuela, Editorial Jose Marti, Havana, Kuba. The Chavez Code  1: 11-26.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 27 April 2012

ANALISIS REVIEW FILM CAPITALISM: A LOVE STORY (FILM OLEH: MICHAEL MOORE)


PENDAHULUAN


Michael Moore adalah seorang penulis buku dan sutradara film di Amerika Serikat. Ia adalah putra dari Frank dan Veronika Moore. Moore yang lahir pada 23 April 1954 banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya dalam bidang seni drama dan debat. Singkat cerita, Moore memang sepanjang hidupnya setia untuk terjun menjadi sineas Amerika Serikat yang vokal mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah AS, salah satunya kebijakan perang Irak yang dikobarkan presiden George W. Bush. Lewat film-film dokumenter dan tulisannya yang populis, nama Moore pada tahun 2005 sempat memasuki daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah TIME.

Moore memang terjun bebas menyuarakan pandangan politiknya. Dalam karya-karyanya, Moore secara jujur menyajikan fakta-fakta dibalik sistem ekonomi politik di Amerika Serikat yang notabene adalah negara terkaya di muka bumi. Selain tulisan-tulisannya, seperti: Stupid White Men pada tahun 2001; dan Dude, Where's My Country? Pada tahun 2003; Film-film Moore tak lebih radikal seperti: Roger & Me; Pets or Meat: The Return to Flint; Sicko; Captalism: A Love Story, dsb.

Setelah sukses lewat film Sicko di tahun 2007, pada tahun 2009 Moore kembali mengguncang publik lewat film dokumenternya yang berjudul Capitalism: A Love Story. Film Moore yang ramai dibicarakan paska krisis Suprime Mortgage di Amerika Serikat di tahun 2008 ini membuatnya menjadi menarik untuk dibahas. Pasalnya karya ini begitu tajam membongkar fakta dibalik kekokohan sistem kapitalisme di Amerika Serikat, lewat sajian realita yang dibungkus melalui film dokumenter. Oleh karena itu lewat tulisan ini penulis akan mencoba menganlisis review sebuah film besutan Michael Moore yang berjudul Capitalism: A Love Story.


PEMBAHASAN


Sejarah Krisis Ekonomi Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah ikon negara yang memiliki sistem ekonomi kapitalisme terkokh di dunia, namun ternyata dibalik kekokohannya tersebut ia kerap kali dilanda krisis mengerikan. Berikut beberapa kejadian krisis yang pernah menimpa Amerika Serikat:

Di awali dengan krisis 1819 yang dikenal sebagai Panic of 1819, kegagalan pembayaran utang menyebabkan bank tutup, pengangguran meningkat, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utang;

Krisis 1857, yaitu akibat dari ekspansi para bankir dalam mengucurkan kredit. Krisis ini ditandai dengan gagal bayar sebesar US$ 7 juta yang dialami Ohio Life Insurance, perusahaan asuransi terbesar di Amerika Serikat kala itu.

Krisis 1930, dikenal sebagai Great Depression, diawali dengan jatuhnya Wall Street pada 1929. Wall Street mengalami bubble yang parah.

Krisis 2008, dikenal juga sebagai Suprime Mortgage, yaitu ketidak mampuan para pemilik rumah melakukan pencicilan rumah yang mereka miliki, yang mengakibatkan beberapa perusahaan finansial mengalami guncangan, dampaknya dunia mengalami resesi global. Ditandai juga dengan bangkrutnya perusahaan finansial global Lehman Brothers.

Krisis di Amerika Serikat telah membuktikan bahwa betapa cepat pulihnya mereka kembali dari keadaan resesi, sehingga dampaknya adalah kesadaran kelas menengah hanya terus puas di permukaan dan kaum proletariat yang semakin teralienasi.


Kapitalisme dan Film Capitalism: A Love Story

Dalam film Capitalism: A Love Story, Moore sepertinya sedang berusaha mengungkapkan eksposisi yang luar biasa dari sebuah realitas yang berada di bawah sebuah sistem, dimana miliyaran manusia hidup di dalamnya. Ia mengekspos mengenai apa manfaat dari sistem kapitalisme bagi kehidupan manusia selain merusak dan menghancurkan tatanan peradaban. Moore juga menyebut sebagai financial coup d'etat, saat pemerintah Amerika Serikat menyelamatkan kondisi keuangan dan memberikan jaminan atas Goldman Sachs, sebagai salah satu penguasa finansial di negara kapitalisme terbesar di dunia tersebut.

Moore dan filmnya, secara cerdas mengungkap penderitaan yang dialami kaum buruh dan masyarakat secara umum dengan humor, ironi, serta nuansa musikal yang artistik; dan mengarahkan penontonnya pada muara penegasan bahwa kapitalisme adalah problem. Ia juga menggambarkan kelompok penjahat dalam sistem kapitalisme itu adalah bank-bank besar, perusahaan-perusahaan investasi yang mengelola dan mempertaruhkan uang milik para investor dalam bisnis yang kompleks dan berisiko tinggi, bahkan bisnis perjudian, serta perusahaan-perusahaan yang memecat ribuan karyawannya meski perusahannya meraup keuntungan. Ia juga mengkritik hubungan yang tidak sehat antara bank-bank besar dengan para politisi serta para pejabat kementerian keuangan di AS sehingga berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu berpihak pada kepentingan segelintir orang di Wall Street dan bukan untuk kepentingan masyarakat luas.

Tentu kita tahu pondasi dasar dari bangunan sistem ekonomi kapitalisme, yaitu: Private Property; Profit Motivate; Free Contract; Free Trade; dan Competition. Logika demikian terlihat betapa humanistiknya dia- juga ideal bagi dunianya Adam Smith. Namun di sini analisa Marx  tentang kapitalisme membuka cara pandang lain, yang mendorong ke arah pembaruan, dan memang berhasil menelanjangi bobroknya sistem dan atau ideologi kapitalisme tersebut, terutama terhadap ekonomi industri/ makro, namun agak lemah saat menafsirkan pola ekonomi mikro (seperti; pasar saham, valuta, hedge funds, dsb).

Pada tahun 2008, perusahaan-perusahaan besar di Wall Street bertumbangan akibat kerakusan dan kelicikan mereka sendiri dalam berbisnis. Tentu saja, para elit perusahaan tetap untung dan hidup mewah. Yang tumbang hanya pegawai-pegawai kecil yang kehilangan pekerjaan. Pemerintahan AS atas saran-saran para ekonomnya (yang ternyata juga bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang bangkrut itu) memutuskan untuk mengucurkan ratusan milyar dolar untuk menalangi kerugian perusahaan-perusahaan itu. Yang menjadi korban sesungguhnya tentu saja rakyat AS kebanyakan: mereka bekerja keras mencari uang lalu membayar pajak; uang pajak itulah yang dipakai untuk menalangi Wall Street. Subsidi dan fasilitas kesejahteraan sosial rakyat AS pun dipangkas, karena uangnya habis untuk melindungi para kapitalis itu dari kerugian. Dari sisi keadilan, kebijakan talangan (bailout) ini sungguh absurd: bagaimana mungkin, ada pebisnis yang bangkrut akibat kesalahannya sendiri, lalu rakyat yang disuruh menalangi? Tapi inilah kapitalisme. Logika mereka: kalau pebisnis sampai hancur, rakyat juga yang akan menanggung akibatnya karena perekonomian mandek

Bila dihubungkan dengan demokrasi, sistem kapitalisme sepertinya adalah yang tidak mendukung. Terlebih Marx mengatakan logika masyarakat prvat yang atomistik dan konsep MCM’, adalah pangkal terjadinya praktek penjajahan kelas borjuasi terhadap proletariat atau marjinal. Problematika ini juga didukung oleh kesadaran kelas menengah masyarakat yang hanya puas dipermukaan, yang dengan watak oportunisnya menjadi palang pintu pendukung terhambatnya demokrasi.


PENUTUP


Film Capitalism: A Love Story, secara politik, merupakan karya yang cerdas dan berani, karena ini bukan hanya sekedar sebuah film, tetapi pandangan politiknya yang mewakili apa yang mereka sebut sebagai kelas masyarakat marjinal. Maka tak heran jika film ini jelas akan menjadi perbincangan publik, khususnya publik Amerika Serikat, dan bisa membangkitkan keberanian secara masif dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan meruntuhkan kapitalisme (Greedy) di Amerika Serikat, juga dunia.

Tentu saja, bila kita menggunakan konsep emansipasi dari Teori Kritis, gelombang aksi menentang kapitalisme jelas merupakan sebuah tahapan dalam proses counter-hegemony. Untuk melawan hegemoni kapitalisme, manusia harus menjalani proses penyadaran (emansipasi), agar akhirnya mereka mampu menciptakan masa depan mereka sendiri melalui kehendak dan kesadaran penuh. Gelombang aksi ini, sedikit banyak akan membuat orang bertanya-tanya, tentang adanya kesalahan dari sistem ini, meskipun masih terlalu jauh untuk meruntuhkannya.









DAFTAR PUSTAKA


Buku:


Budiarjo, Miriam. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


Prasentyantoko, A. 2008. Bencana Finansial Stabilitas Sebagai Barang Publik. Jakarta: Kompas Media Nusantara.


Renton, David. ed. 2009. Membongkar Akar Krisis Global: Karl Marx dab Frederick EnglesGlobal. Yogyakarta: Resist Book.


Internet:

http://www.wikpedia.com/michael_moore, diakses pada 22 April 2012

http://www.michaelmoore.com/, diakses pada 22 April 2012


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 12 April 2012

Politik (Politea) Bukan Semata Tentang Kekuasaan Pragmatis

Politik adalah nama dalam filsafat untuk menandai penataan kehidupan bersama demi mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan yang hendak dicapai dengan politik adalah kebahagiaan yang dihasilkan dari memandangi kebenaran. Kini jarang ( mungkin tak ada) orientasi yang berkait dengan kebenaran. Tapi pernah ada politik yang bertujuan mencapai kebenaran. Pernah ada orang-orang yang berpolitik tanpa kepentingan selain kebenaran. Mereka berjuang menjalankan politik yang adil demi kebenaran.


Politik yang adil jadi soal penting bagi filsafat. Keadilan adalah pokok utama politik. Sebagai kajian filsafat, politik merupakan pikiran karena filsafat hanya berurusan dengan pikiran. Pikiran perpaduan tak terpisahkan antara teori dan praktik (praxis). Politik sebagai kajian filsafat bukan manajemen kepentingan atau usaha untuk mencapai kekuasaan. Bukan juga politik partai. Keadilan adalah nama dalam filsafat yang merujuk kepada kemungkinan kebenaran dari orientasi politik. Keadilan hanya bermakna dalam konteks politik.


Orientasi politik yang berurusan dengan kebenaran berciri umum: orang-orangnya melibatkan diri dengan syarat setia pada kemanusiaan generik politik yang bersentuhan dengan kebenaran memperjuangkan representasi kapasitas kolektif dengan patokan kesetaraan. Politik yang bersentuhan dengan kebenaran menjadikan kapasitas manusia sebagai patokan kesetaraan: manusia punya kapasitas untuk berpikir. Aksioma umum khas politik: Orang bisa berpikir; orang punya kapasitas kebenaran. Kesetaraan adalah maxim politik; sebuah preskripsi, aturan yg ditegakkan untuk mencapai pembebasan yang kolektif dari rezim di luar dirinya kesetaraan bukan program sosial, tidak bisa direncanakan. Bukan juga hasil distribusi ekonomi. Politik & keadilan tak terpisahkan. Keadilan adalah kata yang digunakan filsafat untuk mencapai aksioma egalitarian dalam kejadian politik.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 07 April 2012

Kelas Menengah Indonesia



Kalo kelas menengah diharapkan sebagai agen perubahan; baik yg masuk dan di luar sistem sudah seharusnya sama-sama gempur ketidakadilan dan pro kaum marjinal . Hal yang mendasari pernyataan saya adalah karena kelas menengah Indonesia doyan banget pada hal-hal yang bikin nyaman (mapan). Jelasnya lagi kelas menengah Indonesia pengen cepet nyaman (aman) dgn cara-cara instan atau "loncat pagar". Terkadang saya kira kelas menengah di indonesia berbeda dengan kelas menengah di negara Amerika Latin, mereka lebih kritis dan militan. Kalo sastra cermin masyarakat: obsesi kelas menengah kita itu sukses pribadi. Sekolah tinggi, ke luar negeri, kerja di prusahaan gede

Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 03 April 2012

Hah, Eksistensialisme? Manusia Pusat Dunia?

Sedikit berkicau tentang eksistensialisme yang merupakan corak filsafat anti-kodrat dan menempatkan manusia sebagai pusat dunianya.


Eksistensialisme manusia dari keberadaannya bukan dari esensinya. Manusia kongkret dan ada di sana, di dunia.

Manusia terlempar di dunia: Keberadaannya di dunia bukan atas pilihannya. Setiap orang sudah menanggung keberadaannya sejak lahir (gen tertentu, keluarga, masyarakat, kondisi alam, dsb).

Paradoks keberadaan manusia: Keberadaan yang bukan pilihannya menjadi tanggung jawabnya. Manusia jatuh dalam masyarakat dan kehidupan sosial. Keberadaan manusia adalah keberadaan dalam dunia, bersama manusia lain. Dunia manusia adalah dunia bersama. Tiga jenis Dunia: Umwelt (dunia fisikal; alam), mitwelt (dunia bersama manusia lain) dan eigenwelt (dunia pribadi).

Setiap manusia adalah subjek: unik dan tak dapat diperbandingkan. Manusia tidak dapat dipahami dari esensinya. Manusia hanya dapat dipahami dari eksistensinya; dari keberadaannya di dunia bersama manusia lain.


Sartre: "Eksistensi mendahului esensi. Selama masih hidup, manusia tidak dapat didefinisikan karena masih berkembang dan belum jelas batasnya"


Jaspers: "Keberadaan manusia lain adalah penegasan kebebasan kita dan hubungan intersubjektif mungkin terjadi"


Sartre: "Neraka adalah orang lain. Keberadaan manusia lain adalah awal kejatuhan eksistensiku sebagai subjek"


Kierkeegard: "Tuhan adalah dasar dan penjamin eksistensi manusia; penjamin kebebasan"


Nietzsche: "Tuhan sudah mati. Manusia membunuhnya. Kematian tuhan menyebabkan manusia harus menentukan nilainya sendiri"


Nietzsche: "Untuk bisa menjadi pencipta, manusia harus jadi penghancur, juga menghancurkan tuhan sebagai nilai moral dasar"


Berdyaev: "Kebebasan tanpa syarat dan tanpa kompromi adalah kebebasan dalam Tuhan. Kebebasan baru bermakna jika dihadapkan pada imperatif (keharusan) di hadapan manusia-manusia lain yang juga bebas. Pandangan dunia manusia berbeda-beda; setiap orang memiliki pandangan dunia masing-  masing yang unik. Esensi tidak dapat ditangkap; selalu terletak pada putusan subjek"


Kierkegaard: "Manusia pada dasarnya adalah pelaku  (doer) bukan penahu (knower). Filsafat jangan instruktif, melainkan harus terlibat dalam kehidupan. Hidup bukanlah sebagaimana yang kita pikirkan, melainkan sebagaimana yang kita hayati. Manusia yang konkret dan nyata adalah yang individual dan subyektif. Manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya"


Nietzsche: "Rayakanlah hidup! Cintai takdirmu! Terima apa yang terjadi, juga penderitaan dan rasa sakit, sebagai hal baik. Hidup adalah apa yang kita lakukan hingga saatnya kita mati"


Sartre: "Tak ada kenyataan kecuali dalam tindakan. Manusia dikutuk untuk bebas; karena sekali ia terlempar ke dunia, ia bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya"



Eko Surya Winata: "Aku cinta kau itu urusanku, bagaimana kau padaku itu bukan urusanku"


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 02 April 2012

Menolak Logosentrisme?

Dalam logos/langue mata intelek kita dikenai kacamata kuda agar mencapai kesimpulan atau rumus-rumus yg bermakna tunggal/ilmiah. Disiplin filsafat, ilmu maupun teologi saling berebutan posisi, mengklaim dirinya "kebenaran (tunggal)", makanya sikut-sikutan deh sampe skrg. Rumus atau kesimpulan ilmiah/filosofis yg bermakna tunggal itulah oleh filsuf Prancis, yaitu Derrida dinamakan "Logosentrisme". Logosentrisme pun membuat pikiran/mentalitas barat mendiskreditkan yg mereka bilang bukan barat, timur (tak punya logos = kebenaran).

Bahasa (logosentrisme) oleh Louis Althusser dilihat sebagai ideologi untuk jelaskan tentang cerita perjalanan kelas masyarakat. Dengan Althusser memasukkan bahasa ke dalam analisa sejarah sosial maka gerakan pemikiran kiri mulai membangun tradisi bahasa. Sama halnya pada kaum liberal, logosentrisme digunakan sebagai cerita tentang perjuangan kesadaran individual dan HAM. Baik kaum kiri maupun kanan sama-sama mengidap penyakit logosentrisme, klaim dirinya sebagai kebenaran tunggal/universalisme. Dengan istilah "logosentrisme" itulah Derrida menunjukkan penyakit arogansi pemikiran/filsafat barat!. "Logosentrisme" itu yg kemudian dibongkar oleh Derrida atau dgn istilah "dekonstruksi"!

Dekonstruksi melihat bahasa lebih pada makna perbedaan, jelas menolak hukum kacamata kuda yg melihat satu sama dengan kesamaan. Derrida menolak bahasa warisan aristotelian, pencipta logika, yg mencari makna/semantik sampai pada apa yg disebut "soul". Bagi Aristoteles makna bahasa bisa ditemukan pd ekspresi dari jiwa yg terwujud lewat kata-kata, yakni bahasa lisan. Menurut aristoteles bahasa lisan simbol dari jiwa, sementara bahasa tulisan simbol dari bahasa lisan, jd pentingnya bahasa pd lisannya. Sementara bagi Derrida bahasa lisan itu sebenarnya adalah bahasa tulisan, yg trlebih dulu menjejak di pikiran kita. Bagi Derrida tidak ada bahasa sebagai ekspresi murni, maka tidak ada subjek berbahasa (aku) yg bersifat metafisis sebgaimana pada Aristoteles itu. Ketika kita berbahasa seolah kita hadir langsung sebagai subjek pada teman atau lawan bicara, padahal tidak, ada makna yg tertunda dalam pembicaraan. Derrida mengedepankan perbedaan makna dari status kita berbahasa, jelas menolak logosentrisme. Dan memunculkan aliran poststrukturalis/postmodern.


" Dalam dunia makna jelas kita lepas dari konsep diri aku dan kamu sebagai dua yg berbeda dan saling mengobjek, relasi kita antar-subjek. Aku mengalami hidup bukan bagi dunia yang dideskripsikan namun dalam pengalaman2ku yg kuhayati sendiri scr eksistensial, kusadari sendiri" (Winata:69)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 25 Maret 2012

Mary Wollstonecraft dan Feminisme

Tulisan ini aku ambil dari tweetku di http://www.twitter.com/@ekoswinata


Bagi Mary Wollstonecraft perempuan mendambakan cinta dari laki-laki idamannya, bermimpi hidup bahagia dalam pernikahan, kenapa? Karena hidupnya kosong!. Mengapa hidup perempuan itu kosong? Karena hak-haknya untuk mengisi-membahagiakan hidupnya dirampas ol laki-laki. Kenyataan dalam keluarga patriarki istri adalah pihak yg ditundukkan, dicabut hak pendidikan tinggi dan peran sosial, maka tidak ada cinta. Dalam keluarga patriarki  cinta datang dari agen aktif yg bernama laki-laki tapi kenyataannya energi itu adalah penaklukkan.

Curigailah kalo seorang laki-laki ngotot menyatakan cinta, karena baginya itu adalah energi penaklukkan. Dalam dunia patriarki adalah haram jika perempuan aktif menyatakan cinta dan sebagai agen aktif pula untuk memelihara pernikahan. Kalo Wollstonecraft  bilang hidup perempuan itu kosong dan berharap diisi oleh cinta laki-laki maka jelaslah itu pesan agar perempuan jangan iba-iba begitu. Mary Wollstonecraft adalah feminis inggris termasuk penggerak awal apa yg disebut feminisme, abad ke-18-19.


"Perkawinan paling oke kalo dibangun di atas relasi persahabatan dan saling hormat daripada cinta" (Mary Wollstonecraft)


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sindrom Misogyny!

Misogyny itu kebencian laki-laki terhadap perempuan karena dianggap perempuan biang kekacauan, kebiadaban, juga biang kejatuhan manusia ke dalam dosa. Misogyny hidup dari cerita-cerita rakyat, tentang nenek sihir/perempuan-perempuan jahat yg harus dibasmi, cerita-cerita yang dibuat oleh laki-laki untuk jatuhkan moral perempuan.

UU pornografi bisa dikatakan dibuat berdasarkan perspektif misogyny, tubuh perempuan harus diatur karena jika tidak sangat berbahaya bagi laki-laki

Sebenarnya munculnya Misogyny adalah kamuflase dari kelemahan laki2 sendiri yg sering tak mampu mengendalikan diri (nafsu), kemudian perempuan yang disalahkan. Misogyny subur sekali dlm ruang publik modern, kepemimpinan perempuan yg suka dinilai lembek, tak tahu apa-apa atau biang malapetaka, misalnya.

Misogyny itu suatu sikap penyangkalan laki-laki yang paling mandasar, bahwa ia lahir dari rahim, jelas dr tubuh perempuan. Penyangkalan laki-laki atas tubuh perempuan yang melahirkannya itu lalu dilanjutkan dengan upaya menguasai tubuh perempuan. Pemerkosaan atas perempuan jelas muncul dri sikap misogyny, tubuh perempuan sebagai pelampiasan kebencian campur nafsu laki-laki yang tidak terkendali. Serangan laki-laki atas tubuh perempuan dianggap hanyalah pelampiasan dendam bawah sadar yg perlu dimaklumkan - misogyny.


Berapa banyakkah dlm tiap hari perempuan korban pelecehan seksual, pemerkosaan, diskriminasi,dll di dunia? Itu adalah bagian dr praktek misogyny!

Kasus terdekat dari korban misogyny tak lain dalam rumah tangga, tentu jika ada laki-laki di dalamnya yg terjangkit oleh penyakit patriarki ini!


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 21 Maret 2012

Teknologi Memudahkan Manusia Mengontrol Segala Hal, Kecuali Teknologi Itu Sendiri

Teknologi pada awalnya adalah usaha untuk memudahkan manusia. Kemudian dari teknologi menjadikan manusia lebih punya banyak waktu merenung. Dengan teknologi, hidup manusia mestinya bisa diperdalam dan diperkaya. Waktu manusia tak sepenuhnya tersita hanya untuk bertahan hidup. Tetapi, manusia seringkali larut dalam teknologi, menggantungkan diri kepadanya. Dan teknologi melampaui kemanusiaan.

Kini, sepertinya teknologi memungkinkan manusia mengontrol sejuta hal, kecuali teknologi itu sendiri. Jika awalnya, "techne" bagian dari usaha untuk memahami dunia, kini tampaknya teknologi menjadi bagian dari usaha mengaburkan dunia. Teknologi ikut membentuk kesadaran akan dunia, yaitu kesadaran yang dibengkokan dari kenyataan. Itu terjadi sebab hidup diciutkan sebatas teknik. Teknologi dalam penghayatan manusia modern menjadi sihir yang seakan-akan dapat mewujudkan apapun yang diinginkan dalam waktu sekejap.

Kehausan akan teknologi berakar pada fetisisme komoditas; kecintaan akan komoditas yang irasional dan tak pernah terpuaskan. Bercinta dengan teknologi menjadi hal umum saat ini; relasi yang menempatkan manusia sebagai hamba penurut apapun yang ditawrkan teknologi. Teknologi adalah anak peradaban yang selalu bersaing dengan kebudayaan dalam mengarahkan hidup manusia. Peradaban adalah hasil usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan sebagai makhluk alamiah. Kebudayaan adalah hasil usaha manusia sebagai makhluk spiritual. Sebagai anak peradaban teknologi selalu membidik naluri manusia untuk mendapatkan kenikmatan dan menghindari ketakutan; melemahkan pikiran. Tentu saja tanpa peradaban dan teknologi, manusia terbelakang. Tapi menggantungkan diri sepenuhnya pada teknologi, manusia tak kemana-mana.

Pada awalnya teknologi meniru alam. Kini alam meniru teknologi. Tiruan melampaui aslinya. Alam terpuruk, kesadaran puas dipermukaan saja. Dulu pernah teknologi adalah perwujudan hasrat untuk menyempurnakan alam. Kini teknologi adalah hasrat memperburuk alam. Keyakinan akan teknologi seringkali berbanding terbalik dengan keyakinan akan nalar. Padahal teknologi adalah turunan nalar. Paradoks!

Netralkah teknologi? Atau sejak awal ia memihak hasrat berkuasa? Kini seakan-akan teknologi memiliki kehendak sendiri dan manusia takluk. Berbahagialah kita punya teknologi. Meski karenanya kita harus berjuang menepis sihirnya. Teknologi punya semua daya tarik untuk melenakan. Determinisme teknologi, meski seperti tak terhindarkan, harus selalu dilawan, bukan dengan phobia teknologi, tapi dengan setia pada hidup.


"Technology... Is a queer thing. It bring you great gifts with one hand, and it stabs you in the back with the other." - Carrie P. Snow


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 13 Maret 2012

Sekolah

Seorang pemuda telah datang ke rumahku. Dia adalah kawanku, seorang guru sekolah dasar di mana salah satu sepupuku sekolah di sana. Aku berkata kepadanya : “jika untuk bisa membaca dan menulis, tentu saja aku bisa mengajarkan dia di rumah. Jika untuk membuat dia menjadi banyak tahu akan ilmu, untuk itu tentu saja dia di rumah bisa membaca banyak buku dan aku ajarkan untuk menjelajah dunia maya”.


Guru sekolah itu bertanya: “Wahai engkau yang oleh dosen-dosenmu dipanggil siswa, sebab apakah sepupumu tetap engkau suruh untuk sekolah?”. Aku menjawab, yaitu setelah memakan kue: “Mereka harus bertemu manusia lainnya, untuk mendidik perasaan dirinya, bagaimana seharusnya dia bersikap atas adanya rasa benci selain cinta, untuk mendidik perasaan dirinya, bagaimana seharusnya dia membawa diri atas adanya rasa kecewa selain suka. Sebab setiap hal yang berhubungan dengan manusia, wahai engkau, akan selalu berkaitan dengan perasaan hatinya.”


“Untuk mendidik sehingga bisa memahami orang lain dan memahami dirinya sendiri agar kelak menjadi dirinya sendiri yang tahu diri dan berbudi luhur di dalam hidup bermasyarakat.” Guru sekolah itu tersenyum lalu berkata : “Kami dengar wahai engkau yang oleh dosen-dosenmu disebut siswa. Maka adakah hal lain yang ingin engkau sampaikan?”. Maka jawabku kepadanya : “Perbanyaklah waktu istirahat”.


Berkata juga aku kepadanya, seraya aku memijit punggungnya karena katanya dia sedang merasa pegal linu: “Dengarlah, Kawan, pada dasarnya semua orang sudah bisa baca tulis, tetapi adakah semua orang bisa membuat karya tulis? Pada dasarnya semua orang bisa mudah menekan gas dengan sekuat dia bisa, tetapi ketahuilah olehmu untuk bisa ngebut sangat dibutuhkan nyali.”


Berkata juga aku kepadanya: “Bagiku, maafkan jika aku salah, tetapi ruang kelas adalah bagai kurung untuk beo yang kau ajar bicara. Hendaknya ajaklah mereka pergi ke atas bukit, bertemu dengan dua bersaudara yang dianggap gila pada masanya yang justru oleh karenanya kita sekarang menikmati kapal terbang. Ajaklah ke kamar mandi, yaitu ke tempat di sana Archimedes mengutarakan Eureka atas hal yang telah dia dapatkan, yaitu apa yang selama ini dicarinya. Ajaklah pergi ke tempat berdebu karena Tagore adalah dia yang bicara kepada kita : “Anak-anak adalah mereka yang bersama debu”.


Dan juga berkata kepadanya : “Wahai, Kawan, tidakkah sampai kepadamu kabar, bahwa cabai kecil yang kita makan akan lebih terasa pedas daripada gambar satu bakul cabai di papan tulis?” Dia berkata: “Nah itu, bagian kiri dari punggungku rasanya pegal sekali”


Dan juga berkata kepadanya: “Wahai dikau yang oleh sepupuku dan kawan-kawan sebayanya dipanggil Guru. Pengetahuan rumus Einstein yang engkau berikan kepada murid-muridmu adalah rumus dari seorang Einstein yang berkata : ‘Imaginasi lebih utama daripada pengetahuan’”. Dia menjawab: “Kami dengar tentang itu, wahai Siswa.” Kataku kepadanya: “Mudah-mudahan bukan Cuma menjadi kata-kata hiasan yang engkau sampaikan kepada murid-muridmu.”


Dan juga berkata kepadanya: “Engkau sendiri sesungguhnya mengatakan kepada murid-muridmu bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik”. Maka, katanya kepadaku: “Demikianlah, kami hanya menjalankan kurikulum yang sudah diberikan oleh mereka”


Aku berkata: “Siapa pun mereka, maka katakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya bukan kurikulum yang harus selalu diubah, melainkan sikap dan pandangan masyarakat terhadap sekolah. Karena ketahuilah olehmu, bagi masyarakat, mereka menyekelohkan anaknya adalah untuk bisa mendapat ijazah, bukan ilmu.”


”Berharap ilmu sehingga tahu, berharap ijazah sehingga kerja, berharap kerja sehingga kaya, berharap kaya sehingga senang, berharap senang sehingga apa?”


Dan berkata kepadanya: ”Masihkah engkau berkata kepada murid-muridmu: ‘Jangan berpikir aneh-aneh, ikuti instruksi guru saja. Padahal, engkau tahu seorang genius adalah mereka yang dianggap aneh pada zamannya.”


Dan berkata kepadanya: “Sesungguhnya ini adalah hal yang membuatku bingung: manakala kita mengetahui bahwa perbedaan adalah sebuah rahmat, tapi mengapa justru kita menganjurkan murid-murid berseragam.” Dia tertawa dan katanya : “Aku tidak pernah memikirkan soal itu, Guru.”


Dan juga berkata kepadanya: “Tidakkah ini akan membuat engkau menjadi bingung sendiri? Guru PKN bilang bahwa semua agama itu benar, sedangkan guru agama bilang hanya satu agama yang benar?”


Dan berkata kepadanya: “Ketahuilah olehmu apa yang aku pikirkan tentang syair lagu ‘Taman yang paling indah adalah taman kanak-kanak’, syair lagu itu pasti bukan kalimat yang keluar dari hati nurani anak-anak TK, karena anak-anak tahu ada Dufan dan Walt Disney Park.” Dia berkata: “Benar, Siswa atau kau bisa kupanggil Guru.” Kataku kepadanya: “Jangan mengatakan benar hanya karena agar aku memijatmu.” Katanya: “Insya Allah tidak, Guru”


Dan berkata kepadanya: “Menuntut ilmu ke sekolah, tidaklah ini aneh bagimu? Karena kalau mau menuntut, seharusnya pergi ke kantor polisi. Menuntut ilmu ke sekolah malah akan dituntut balik oleh sekolah untuk membayar karena sudah menuntut ilmu di sekolah.” Dia memandangku dan tertawa, lalu berkata: “Guru pasti sedang bercanda soal ini.” Jawabku kepadanya: “Ya, engkau benar.” Lalu, aku lihat dia menangis, maka tanyaku kepadanya: “Mengapa engkau menangis?” Dia menjawab: “Agar menjadi dramatis, Guru”. Aku tersenyum dan menggeram: “HAHAHA….terima kasih”.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 12 Maret 2012

GALAU DAN EKSISTENSIALIS


Galau adalah perasaan yang kau besar-besarkan untuk menguasai dirimu. Dia adalah wajar, begitu mempesona dan kau menginginkannya” (Winata: 69)

Galau itu gejolak pikiran dan pikiran itu penjamin eksistensi (ujung-ujungnya pilihan). Galau muncul karena kenyataan tak sesuai dengan yang diharapkan lalu jadi gelisah dibawa ke pikiran, nah mikir deh. Tapi pikiran juga jadi galau soalnya belum aja menemukan relasi yang oke antara hal-hal yang dipikirkan apalagi membayangkan suatu keputusan nanti. Kalo galau dibawa ke pikiran lalu mencoba tenang dan merangkai satu hal dengan lainnya, dapat titik temunya, nah itu asyik tuh jadi pemikiran.

Pointnya: galau itu sumber pengetahuan/ pemikiran, renungkan, dengan galau beranilah hadapi realita. Berat sih, ga sanggup? Paling larinya doa. Tapi kalo minjem kategori dari filsuf pencipta aliran filsafat eksistensialisme, Soren Kierkegaard, pemikiran galau itu masih tahapan dasar, estetik. Maksudnya bukan sekedar esteik = indah, tapi estetik = keindrawian. Galau estetik, sudah dalam pemikiran namun masih mudah tergoda oleh perubahan kongkrit (Inspirasi dari Kiekergaard). Galau-etis, pemikiran galau yang menyangkut dengan keputusan atau tindakan subjektif atas orang lain, menerima atau menyangkalnya. Galau-religius, nah ini baru kalau galau tak bisa dipecahkan oleh tahap estetik dan etis, lompatlah ke Tuhan (Inspirasi dari Kiekergaard).

Jadi tahap-tahapan galau itu, yang terinspirasi dari Kiekergaard: Manusia harus lebih dulu ngurusin soalnya sendiri, jangan langsung lompat pada Tuhan. Kiekergaard pernah kena galau-etis, sudah siap-siap nikah tau-tau batal seketika karena ketakutan kalo cintanya justeru tidak membebaskan. Itu persis Arthur Schopenhauer, tapi tak ada tahapan. Langsung ke “Die Leiden” (Nikmat itu Derita). Ya, Schopenhauer itu yang memperkenalkan galau dengan hashtag #nowplaying. Seni dan musik untuk kontemplasi kehendak pribadi. Schopenhauer itu galaunya kebangetan. Ngegabungin filsafat timur – Kant theorem dan Filsafat Weda – Upanishad.

Umumnya para eksistensialis galau-gagal dalam soal cinta (wanita)? Contoh Nietzsche, Kafka, Camus, Goethe. Nietzsche mau kawin dengan Lou Salome, tapi tidak diijinkan ibunya, ditambah sakit. Sartre punya kekasih meski hanya punya hubungan tanpa nikah dengan Simone Beauvior seperti Heidegger dan Hanna Arenth.

“Indahnya cinta tanpa perlu ikatan lembaga dan yang bisa dipertahankan bersama sampai liang kubur”. (Sartre)

"Cinta itu sejatinya hanya cukup untuk dirasakan. Bila kau menginginkannya itu sudah bukan cinta lagi, melainkan nafsu"  (Winata:69)

Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 10 Maret 2012

Andai Nabi Adam Punya Ibu Mungkin Ia Tak Akan Nakal Makan Buah Khuldi

Kau mengajari aku mengucapkan kata-kata baru

Kaulah yang menghendaki aku mengucapkan kata-kata bagus

Kau adalah yang tidak membunuhku selagi masih bayi

Kau adalah yang tidak mengutukku hingga menjadi batu

Kau lebih tinggi dari aneka macam sorga

Kau lebih harum dari aneka wangi bunga

Kau adalah yang malu disaat diriku berbuat memalukan

Kau adalah yang lunglai disaat kutinggal pergi

Kau adalah yang tulus menyelipkan namaku pada tiap ucap doamu

Kau adalah yang menanyakan kabarku disaat ku tinggal jauh

Kau adalah yang berkata "Jangan Kecewa, Sabar Sayang"

Kau adalah yang kusebut namamu dengan getar kupanggil engkau "Ibu"


"Ibu, ketika engkau tersenyum padaku, cinta tak perlu lagi kucari darimu"


Published with Blogger-droid v2.0.4

WAWANCARA IMAGINER ARISTOTELES



Aristoteles: “Hai Eko bangun.. sudah pagi, nanti keburu rejekinya dipatok ayam”

Eko            : “Hah, oh iya om, gapapa saya bangun siang biar ayamnya matokin semua rejeki, jadi nanti ayamnya tinggal saya makan”

Aristoteles: “Hmmm.. Eko dengarlah”

Eko        : “Kenapa?”

Aristoteles:: “Wahai Eko, mempelajari politik bagiku ialah mempelajari jiwa sebagai virtue and happines”

Eko        : “Hah?”

Aristoteles: “By human virtue we maen not that of the body but that of the soul, and happiness also we call an activity of soul”

Eko        : “ Apa itu maksudnya, om?”

Aristoteles: “Manusia muncul sebagai diri berkesadaran (subjek) berhadapan dengan dunianya sebagai kesatuan di luar dirinya (objektif). Sebelumnya manusia hadir sebagai bagian dari alam (kosmos) namun dengan kesadaran diri sebagai makhluk rasional, manusia hadir sebagai entitas mandiri. Manusia menjaga jarak dengan alam dengan pertanyaan mendasar apakah benda-benda atau kosmos? Siapakah manusia?”

Eko        : “Mmmh.. terus?”

Aristoteles: “Dengan pertanyaan ini relasi mitis antara manusia dengan alam terputus. Alam sekarang dilihat sebagai kesatuan harmoni atau logos atau sistem. Manusia pun melihat dirinya sebagai makhluk rasional. Manusia dan alam sama-sama dianggap memiliki substansinya masing-masing namun punya perekat-rasionalitas.”

Eko        : “Hmm.. terus korelasinya dengan statement tadi apa?”

Aristoteles: “Manusia tidak saja dilihat sebagai individu yang berpikir dalam menjadi manusia karena kehadiran manusia lainnya sebagai relasi sosial (polis). Maka yang menjadi fokus dari problem individu-sosial ini yakni bagaimana hakekat makhluk rasional ini mewujud dalam sosial?

Eko        : “Hmmm..  (mikir)

Aristoteles: “Etika dan politik seperti satu koin dengan dua wajah dalam filsafat tentang nilai dariku. Apa yang menjadi tujuan dari tindakan manusia dalam hidup bermasyarakat bagiku ialah KEBAHAGIAAN.”

Eko        : “Ohya, itu saya juga ga menolak”

Aristoteles: “Dengar Eko”

Eko        : “Siap gerak”

Aristoteles: “Menurutku manusia ialah makhluk rasional, aku yakin tindakan manusia pun akan terarah dengan benar yakni pada kebahagiaan itu. Dengan hakikat manusia sebagai makhluk rasional, segala tindakannya pasti akan diperhitungkan demi sebuah tujuan. Yaitu tindakan bertujuan (teleologis)

Eko              : “Maksudnya? Dia datang darimana om? Sok tahuku tak ada manusia egois yang mampu hidup dengan manusia egois lain,melainkan dirinya sendiri. Ketika kita berhadapan dengan manusia egois, bukankah kita juga menjadi egois, karena kita mengharapkan ia sesuai dengan kemauan kita.

Aristoteles: “Tindakan-tindakan yang membawa kita pada tujuan akhir yaitu kebahagiaan muncul dari jiwa (soul) yang mampu melihat kebaikan (good).

Eko        : “Hmmm..”

Aristoteles: “Dalam jiwa kita mengenal adanya kehendak dorongan bagaimana tindakan untuk yang baik itu bisa mewujud pada masyarakat. Jiwa menunjukkan karakter seseorang bagaimana dia berinteraksi dan bertindak bagi kebaikan bersama tanpa kehilangan kediriannya yang rasional.”

Eko        : “Berati apakah aku harus menyesal duduk di kursi kuliah jurusan politik?”

Aristoteles: “Kamu sudah besar, Rolling Stone bajumu. Engkau harusnya kecewa kenapa kau menyesal setelah tahu bahwa menyesal itu tidak berguna.”

Eko        : “Iya”

Aristoteles: “Wahai Eko, hal yang baik muncul dari jiwa dan memungkinkan bangkitnya kebaikan bersama sebagai jiwa masyarakat . Kamu sudah benar belajar di politik, lakukanlah demi kebaikan bersama.”

Eko        : “Oke banget. Om Aris”

Aristoteles: “Yang harus kau sedihkan adalah bila kau belajar untuk berhenti belajar. Berbahagialah”

Eko        : “Siap boss”

Aristoteles:  “Yasudah, salam ya buat keluarga”

Eko        : “Iya nanti saya sampaikan, Eh iya om terima kasih ya”

*) Cerita ini diambil ketika saya tidur

Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 08 Maret 2012

Sedikit Kisahku tentang An Arch y

Tanya Jawab Winata, Peringatan Hari Kemerdekaanarkis Indonesia.

Tempat : di Pemukiman rumah saya, yang ada akuariumnya

Waktu: 16 Agustus 2011, Pukul 19.58 Waktu Hongaria


By: Winata, Eko Surya


Guntoro_Saputro:  “Apa bedanya anarki, vandalisme, kriminalisme? Semuanya sama-sama merusak dan merugikan negara”

Ekoswinata: “ Anarkisme sejarahnya adalah gerakan kemanusiaan, membebaskan ketertindasan rakyat dari kejamnya penguasa lalim!”


Disinyalir bahwa kerusuhan di Inggris dikerahkan lewat twitter  (Wiih ternyata emang keren jejaring sosial ini!). Polisi Inggris menyebut penjarahan di distrik totenham itu “kriminal opurtunis”. Kalo polisi indonesia menyebut kayak gitu, “anarkisme”, sok tapi norak!


Andro: “Kak vandalisme itu apa? Hehehe”

Ekoswinata: “Kalo vandalisme itu kamu ngerusak telpon umum atas dasar kamu ga punya lawan main smack down. Atau dalam bahasa lain, kegiatan perusakan atas dasar iseng-iseng”


Kelompok anarkisme inggris pun menolak penjarahan atau aksi perusakan apa pun diidentikan dengan anarkisme.

Label anarkisme jadi negatif ada sejarahnya, awal-awal abad 20, terutama di amerika ketika Emma Goldman dan A Berkman menyatakan perang atas kapitalisme. Kapitalisme maupun negara selalu merasa terancam atas sikap anarkisme yang meyakini tiap kejahatan muncul oleh kolaborasi kapitalis dan aparat. Di Indonesia anarkisme dilabeli dengan tindakan destruktif, masa Orba dikaitkan dengan cara-cara PKI, OTB (Organisasi Tanpa Bentuk). Bahkan filosofi anarkisme semata diidentikkan dengan komunisme, sosialisme tanpa memperhitungkan luasnya filosofi anarkisme itu. Orba melakukan sapu bersih atas isme-isme yang dianggap berbeda dengan pancasila buatannya, termasuk anarkisme bahkan mendiskredit para pahlawan (Soekarnois)


Erwin: “McCarthyism berperan engga dalam stigmatisasi anarkisme?”

Ekoswinata: “Sangat mungkin kalo melihat kasus sebelumnya di Amerika, parno atas komunis, FIRST RED SCARE! ”


Banyak yang belum tahu kalau Soekarno itu sangat bersimpati pada “anarkisme” yang dianggapnya positif dan memberikannya semangat melawan penjajah. Paska reformasi otoritas telah mempersiapkan label represif lain bagi para anarkis: terorisme. Itu akan dikuatkan di dalam UU. Melabeli negatif atas sebuah konsep dengan tidak menguasai inti atau makna konsep tersebut termasuk melakukan “kekerasan simbolik”! Tak Beradab!. Kekuasaan memang kerjanya mengkorup makna bukan saja duit dan eksploitasi tenaga manusia, maka wajar muncul anarkisme untuk melawannya. Bagi yang punya perasaan sangat besarlah potensinya menjadi anarkis kalo menyaksikan aparat sukanya menindas dan hukum hanya untuk yang kuat duitnya.


“Jika dirimu berbeda, semua orang disekitarmu menginginkan kau sama dengan mereka. Terdidik menjadi fasis? (Winata:69)”


Sendi: “ Foucault anarkis kan ya ko?”

Ekoswinata: “Lacan, Foucault, Barthez, dll penganjur semiotik itu anarkis, Sendi”


Anarkisme itu ada dimana-mana, memang ada yang menganjurkan perlawanan konfrontatif dengan aparat atau penguasa, ada juga yang melawan secara diam seperti Gandhi. Dalam sejarah, tak pernah terlihat gerakan anarkis melakukan perlawanan horisontal, selalu dengan pemerintah dan kapitalis yang eksploitatif. Gerakan anarkis yang konfrontatif dilakukan Bakunin, penghujung abad 19 yang merasa memang sudah waktunya melakukan perlawanan keras pada penguasa lalim. Perlawanan keras Bakunin atas penguasa lalim Rusia saat itu sampe pake molotov, mencuatnya imej anarkisme = molotov, bakunin terdesak, kalah. Bakunin pengikut ajaran Marx tapi menganggap Marx masih cemen karena ga mau langsung bergerak lawan pemerintah dan kapitalisme barbar. Di Amerika “murid” bakuni, anarkis Emma Goldman, imigran dari Lithaunia, lakukan cara yang sama, perang atas kapitalisme, ditangkap/dideportasi.


_dwiprayitno_: “Bill Clinton dalam kampanye Presiden periode pertama punya jargon: “ It’s all about economy, stupid !”

Ekoswinata:  “Bill Clinton semasa mahasiswanya ikut gerakan anarkisme kultural, Counter-Culture!”


Pacifism dan Pluralism turunan dari anarki. Hahaha jadi ya aneh kalo mengaitkan anarki dengan aksi kekerasan.


“Pacifism dan pluralism turunan dari anarki. Hahaha aneh kalo mengaitkan anarki dengan aksi kekerasan. (Winata:69)”


Tuan, sejarah anarkisme, dari sebutan “anarkisme klasik” hingga “postanarkisme”, tonggak peristiwanya dari revolusi perancis. Berbagai aliran pun menghidupinya; Liberalisme, sosialisme, komunisme, eksistensialisme, poststrukturalisme, dll. Dua hal umumnya dikenal dari anarkisme atau pemikirannya; Secara positif  sebagai gerakan kemanusiaan, secara negatif anti pemerintah/negara/hukum. Batasan positif/ negatif anarkisme jelas muncul dari literatur-literatur kritis/ akademis, secara praktis tak ada batasan itu yang penting lawan penindasan!. Anarkisme liberal/ eksistensialisme mengedepankan kebebasan individual mengatasi sosial, hukum dan negara.


Kresna: “ Kalo mengikuti teori yang ada berarti sudah ga anarkis lagi. Terpatron sih”

Ekoswinata: “Ga gitu juga, perlu alasan kuat untuk bertindak tapi tidak harus terpaku pada alasan-alasan itu.”


Andre_Dewata: “ Apa membangun dan memperbaiki tatanan sosial masyarakat itu anarkisme?

Ekoswinata: “Anarkis Joseph Proudhon, “Saya hancurin maka harus saya bangun”


Anarkisme sosialisme gerakan melawan akumulasi atau pemilikan pribadi yang dianggap sebagai hasil rampokan kapitalis bersekutu dengan aparatur.


Andre_Dewata: “ Kalo itu saya asumsikan revolusi”

Ekoswinata: “Anarkisme memang menghendaki revolusi Perancis, Lenin, Gandhi, dan Soekarno”


Tapi anarkisme revolusi untuk siapa/ apa? Bikin negara atau pemerintahan artinya bukan lagi anarkisme.


“Semata untuk Kebebasan Setiap Orang”.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 07 Maret 2012

SUNYI

By: Eko Surya Winata


“Yang melingkupiku kini bukanlah keterkucilan, melainkan kesunyian yang indah. Pepohon di hutan ini pun bicara, bernyanyi, berpuisi; sopan, tak menggurui. Burung-burung berkicau menyuarakan kemerduan, bukan menyerapahkan makian. Rekah bebunga adalah kabar gembira tentang buah jerih payah yang bakal tiba. Tebing-tebing landai menyajikan damai. Reranting kuning merentang kenangan”


“Hai Winata, yang kau sering panggil itu diriku. Janganlah kau berharap puja untuk jaya dan lemah bilah dicaci. Karena sesungguhnya tidak ada yang suka dihina, termasuk aku; Tetapi keinginan untuk mendapat pujian sudah termasuk menghinakan dirinya. Dengarlah wahai diriku, setiap manusia akan melupakan apa yang dia mimpikan, apa yang dia harapkan, cita-citakan, yang dia permasalahkan, pada saat dia tidur; Karena sesungguhnya manusia hanya butuh tentram.”


“Oh inikah aku? Yang selalu bersama diriku dan selalu merasakan sunyi di malam harinya? Cobalah lihat semut di sampingku. Dia adalah yang berkata bahwa dirinya lebih hebat dari manusia. Dia tahu dengan keluar dari sarang dia akan terinjak, tergilas, terbunuh dan mati, namun demi mencari makan dia tetap membiarkan dirinya pergi keluar. Wahai Winata, hendaknya ajaklah diriku bertemu dengan seekor tikus, karena dia adalah yang tetap tinggal di tempat yang orang bilang kotor, menjijikan, jorok, hina; Namun ia tetap singgah di sana meski kita beri dia lantai yang berlapis emas. Dengarkan aku lagi wahai diriku yang mereka panggil kau itu aku, bila kau seekor kucing dan sekarang sedang tren menggong-gong; Maka janganlah kau ikut kursus menggong-gong, mungkin kau akan bisa, tapi apa kata orang bila melihat kucing yang menggong-gong. Winata, kita tahu bahwa laut itu indah, di sana terdapat banyak karang. Namun kita adalah ikan tawar, kita lebih memilih empang.”


“Duhai Winata, Hendaknya kau perlu berterima kasih pada matahari. Karena ia yang menyerap air di lautan, selokan, lubang-lubang di jalan, ingus di lubang hidungmu, dan air di mata hatimu. Lalu ia bersembunyi kala senja seakan tak harap puji. Dan langit di malam hari juga membawamu pada suatu kesadaran, bahwa ada benarnya teori relativitas Einstein; Bintang-bintang yang kau lihat sekarang barang kali adalah bintang yang sudah punah beribu tahun yang lalu, dan sinarnya baru sampai ke bumi; Sama halnya dengan mereka yang telah mendahului kita, mereka memang sudah tiada, tapi mereka masih ada di sini dalam karya, sensasi dan fantasi”


“Kau tahu bahwa sesungguhnya setiap manusia itu egois. Ketika kau beranggapan mereka egois, sesungguhnya kau juga egois, karena mengharapkan mereka sesuai dengan yang kau mau. Dengarlah Winata yang kucintai, sesungguhnya tidak ada manusia egois yang cocok dengan manusia lain melainkan dengan dirinya sendiri. Tetapi sunyi dalam kesendirian itu adalah keadaan yang tidak baik. Kau harus bertemu manusia lain, agar tahu bahwa kau tidak sendiri di bumi."


“Hai Winata yang aku meyakini hari terindah bagi ibumu adalah ketika kau dilahirkan ke bumi; Janganlah dirimu merasa malu, itu sudah menjadikan bukti bahwa kau ingin dinilai. Kau pun tahu, membuat orang lain senang adalah cara untuk membuat dirimu senang. Lakukan apapun untuk dirimu sendiri, bukan karena hal di luar dirimu. Aku mencintaimu, namun maaf aku lebih mencintai diriku”


“Kau puisi yang mustahil terwakili oleh diksi. Kata-kata lunglai di hadapan keelokanmu yang tak tepermanai. Bunyi bungkam citra pun buram, hanya kalbu sanggup bersitatap denganmu. Tak sehelai pun tali terlihat, tapi padamu aku terikat”


*) Lalu temanku telpon, mengingatkanku kalo besok ada kursus loncat indah jam 7 pagi.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Surat Untuk Kawanku Soekarno



Salam sayang,

Kau tahu kapan aku sedih ketika senang, dan senang ketika sedih? Ya, ketika tak ada teman berbagi. Karno, Sebuah Kemerdekaan tanpa jaminan hak warga negara untuk mendapatkan keadilan, adalah bentuk lain dari kelanjutan penjajahan oleh penguasa berbeda. Sebenarnya saya cuma mewakili kamu saja, bahwa kalau kamu sekarang galau oleh karena dia, itu sudah bukti kau belum merdeka dari dia.

Hai Karno kawanku di Indonesia, Dalam landa asmara, rasanya kau tak akan pernah merdeka, bahkan justeru ketika kau sedang sendiri. Kemerdekaan adalah kau lakukan bukan untuk apapun di luar dirimu, juga negara, tetapi untuk dirimu sendiri agar mulia oleh hasil karya berguna. Berkarya dengan masih bergantung pada teori dan berharap dengan itu mendapat pujian, maka jelas kau adalah tawanan.

Tiada siapa pun  yang sebenarnya bukan tawanan, dan aku memilih tentram dengan menjadi budak atau abdi Tuhanku. Jadi sepertinya hanya ini kemerdekaan yang kita rasakan:“Berkarya yang baik KARENA tuhanmu, berfaedah UNTUK dirimu dan juga bagi seluruh alam semesta”

Salam sayang dari sahabatmu di bumi


Bekasi, 17 Agustus 2011


Winata:69


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 03 Maret 2012

Pengetahuan Adalah Sesuatu yang Disebar dan Berulang, Kebenaran adalah Suatu Hal yang Baru

Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself. (John Dewey)


By : Eko Surya Winata


Pesona2 lama tentang kehebatan ras manusia, jenis kelamin atau fanatisme agama untuk merangsang nasionalisme mulai tidak manjur. Segala hal tentang siapa aku dan apakah baik atau buruk, berhasil atau tidak semuanya telah dipelajari sambil jalan. Ini cuma perjalanan dan kita bisa berubah semau kita. Karena permainan yang sebenarnya adalah mencari siapa diriku sebenarnya.

Sekolahku adalah alam semesta, disana aku bisa belajar semuanya dan semaunya. Pendidikan yang selama ini dibangun oleh kebudayaan kita, kebudayaan yang telah meminggirkan apa yang dianggap banal, chaotik, jelek, dan tidak baik adalah pendudukan atas generasi muda. Tak ada teori yang benar-benar sebagai sebuah kebenaran, setiap manusia memiliki teorinya sendiri untuk nyaman menjadi diri yang orisinil dalam berkarya.

Bila kau ingin bisa, maka belajarlah ilmu praktis. Tapi bila kau ingin mengerti, belajarlah filsafat (Anonimus). Bukan pendidikan, bila esensinya selalu bertentangan dengan esensi kreatifitas. Pandangan dunia manusia berbeda-beda; setiap orang punya pandangan dunia masing-masing yang unik. Dan segala hal yang kutemui itu sebenarnya ingin dikenal.

Sebagaimana Sokrates mengutip tulisan di Orakel Delphi: “Kenalilah Dirimu”. Tapi bagaimana? Diri tak menampilkan diri utuh dalam satuan waktu. Tak ada transparansi diri. Kita hanya mengenal diri lewat simbol. Diri kita bisa sangat akrab dengan kita, tapi di waktu lain bisa sangat asing. Apakah diri adalah satu kesatuan atau hanya kumpulan potongan-potongan pengalaman yang menghasilkan ilusi kesatuan? Apakah manusia memiliki pusat yang mengaturnya atau hanya fragmen-fragmen tingkah laku? Tapi menurut Kant: “Ego sebagai pusat diri dan otonom harus diandaikan ada. Jika tidak, tindakan manusia tak bermakna.

Dunia manusia adalah dunia serba kemungkinan. Manusia dapat memaknai apa yang nyata di depannya menjadi sesuatu ‘yang mungkin’ atau memilik kemugkinan makna lain. Menurut vitalilisme, manusia memiliki energi besar untuk berkembang lebih jauh lagi dari sekarang; lebih unggul lagi. Evolusi manusia tidak berhenti sampai manusia kini, manusia dapat berkembang lebih jauh lagi. Manusia memiliki energi hidup, elen vital, yang memungkinkannya membangun peradaban. Manusia mempunyai 3i; Instinc, intuition, dan intelegence. Intuisi mengandung kehendak bebas.

Pengetahuan adalah sesuatu yang disebarkan, sedangkan kebenaran adalah sesuatu yang baru. Kebenaran mengkonstitusi subyek, karena tak ada subyek tanpa kebenaran. Kebenaran, pertama-tama, adalah hal baru; sebuah proses yang berlangsung dalam kenyataan. Kebenaran awalnya adalah lubang dalam himpunan pengetahuan. Sesuatu yang tadinya tak diketahui, lalu dengan kesetiaan dibuktikan. Apa yang ada sekarang bukan dasar dari kebenaran. Tapi kesetiaan pada kebenaran dan ikhtiar menampilkannya dalam kenyataan jadi kriterianya. Di dunia selalu ada yang luput dari penandaan; sesuatu yang dianggap kosong; belum dipresentasikan. Kejadian kebenaran berasal dari situ. Setiap lubang yang tertutupi , celah yang terjembatani oleh kebenaran, membawa manusia pada pemahaman yang lebih lengkap. Tapi dunia tak terbatas, meski lebih lengkap dan lebih lengkap lagi kita memahami dunia, selalu ada yang luput. Kebenaran selalu terbuka.


Published with Blogger-droid v2.0.4

ABSENSI BERDEBU MURIDKU DI TK VENUS BERACUN 03


By: Eko Surya Winata

Tiap manusia memang memiliki hal yang berbeda, namun sesungguhnya mereka tetap ingin disebut sebagai manusia seutuhnya. Aku Eko Surya Winata, hanyalah seorang guru TK Venus Beracun 03 yang pagi ini sedang duduk di bangku taman, tersenyum kesemsem melihat anak didiknya dahulu. Mereka masih ada di balik buku absensiku yg sudah berdebu dan sekarang berada di balik atlas, dibalik karyanya yg menjadi tanda bahwa mereka pernah ada di bumi ini. Inilah sebagian kecil dari muridku dahulu, beberapa dari mereka tidak ada absensinya karena rajin bolos:

1. Gylbert Ryle, filsuf yang melihat dualisme tubuh-jiwa khususnya pada Rene Descartes soal jiwa/akal tak ubahnya sebagai “The Ghost in the Machine”

2. Jules Alferd Ayer, filsuf yang menekuni perbedaan dasar antara bahasa ilmiah, agama, estetik dan etika. Selain bahasa ilmiah bahasa lainnya nonsense.

3. Karl Popper, filsuf yang melihat terbalik bahwa kebenaran ilmiah bukan pada prinsip verifikatif melainkan falsifikatif= dinyatakan salah

4. Ludwig Wittgenstein, filsuf yang menelusuri proposisi logis sebagai batas-batas pemikiran atau sebagai dunia, dunia sebatas bahasa

5. Mikhael Bakunin, filsuf yang menyaksikan praktek kolusi: negara, agama, kapitalis di Rusia yang eksploitatif atas petani, melawan dengan anarkisme

6. Rosa Luxemburg, filsuf yang percaya pada gerakan spontan kelas daripada tatanan kesadaran kelas untuk gerakan perubahan revolusioner

7. Georg Lukacs, filsuf yang melihat kemungkinan adanya pengaruh roh pada jalannya sejarah materialisme

9. Simone De Beauvoir, filsuf yang memperjuangkan bagaimana perempuan harus keluar dari posisinya sebagai the second class agar menjadi warga terhormat

10. Hannah Aren’t, filsuf yang menelusuri munculnya kekuasaan totalitarianisme sedangkan terbentuknya masyarakat karena dari keadaan plural

11. Emmanuel Levinas, filsuf yang terenyuh berhadapan dengan wajah orang lain, wajah-wajah yang polos dan menjadi tanggung jawab “aku”...

12. Merleau-ponty, filsuf yang menganggap bahwa persepsi bukan sekedar carapandang indrawi namun sebuah dunia yg dialami dan dihayati

13. Heidegger, filsuf yang yakin bahwa problem dasar dari dunia kehidupan ialah ada di sini dan sekarang

14. Whitehead, filsuf yang setia pada proses,  tak ada yg menetap kecuali proses itu sendiri

15. Bertrand Russel, filsuf yang berusaha membangun empirium tertinggi bagi empirisme lewat bahasa dan logika

16. Rudolf Carnap, filsuf yang militan meneliti keadidayaan pikiran sekaligus batas-batasnya pada sintaksis

17. Edmund Husserl, filsuf yang membuka kesadaran yang membelenggu dirinya sendiri lalu mengarahkannya pada dunia makna dan ekspresi

18. Kierkegaard, filsuf yang menelusuri 3 tahapan eksistensi manusia, estetik, etik dan yang tertinggi teologis

19. Nietzsche, filsuf yang menyambut kematian tuhan yang dibunuh manusia sebagai pemutusan sejarah moral budak untuk membangun moral tuhan.

20. Gottlob Frege, filsuf yang mencari persoalan dasar filsafat lewat logika-matematika yang tak lain terletak pada bahasa/proposisi yang bermakna

21. Willhelm Dilthey, filsuf yang membagi 2 model metode ilmu: eklaren untuk bidang ilmu alam dan verstehen untuk ilmu humaniora

22. Ernst Cassirer, filsuf yang melihat potensi luar biasa pada manusia yaitu “menunda” (berpikir) dan dengan itu terampil membuat dan membaca simbol

23. Henri Bergson, filsuf yang menggali dasar terjadinya perkembangan hidup dan menemukannya sebagai daya juang (elen vital)

24. Isalah Berlin, filsuf yang dengan giat menggali makna kebebasan dan membaginya jadi 2: “Kebebasan dari” dan “Kebebasan untuk”

25. John Dewey, filsuf yang mencarikan isu-isu filsafat ke dalam wilayah pendidikan yang langsung memberi manfaat dalam kehidupan keseharian

26. William James, filsuf yang meradikalisasi pengalaman-pengalaman kongkrit manusia sebagai dorongan kepercayaan yang mendasari pengetahuan dan tindakan

27. Charles S Pierce, filsuf yang begitu militan mempelajari unsur-unsur logika yang menurut kesimpulannya sebagai ilmu tanda (Semiotika)

28. Karl Marx, filsuf yang yakin bahwa dengan kemanusiaan secara kolektif sejarah dialektik akan berakhir pada kondisi tanpa kelas

29. Perre-Joaeph Proudhon, filsuf yang sangat curiga terhadap milik pribadi pedagang yang disimpulkannya sebagai pencurian

30. John Stuart Mill, filsuf yang melihat semakin tinggi tingkat kedewasaan sebuah masyarakat maka makin tinggi pula penghargaannya akan kebebasan

31. Jeremy Bentham, filsuf yang mengusulkan kalkulasi psikologis untuk mengecap kenikmatan terbesar dengan jumlah terbesar

32. Adam Smith, filsuf yang dengan tegas memisahkan peran kegiatan ekonomi dengan kekuasaan negara dengan alasan moralitas kepentingan diri

33. Mary Wollstonecraft, filsuf yang mengawali perhatiannya pada diskriminasi hak asasi antara laki-laki dengan perempuan

34. Hegel, filsuf yang menelusuri jalannya sejarah lewat pertentangan dialektis Roh hingga pada puncaknya secara absolut

35. Leibniz, filsuf yang menganggap bahwa realitas terdiri partikel-partikel terkecil (monade) yang tertutup dalam dirinya bak individu/ego mutlak

36. Immanuel Kant, filsuf pencari jalan tengah secara kritis tapi insyaf bahwa usaha itu tak sepenuhnya berhasil, kritisisme pasti berpihak

37. Spinoza, filsuf yang yakin bahwa segala sesuatu diatur oleh sebuah pikiran logis secara absolut khususnya etika

38. Jean-Jacques Rousseau, filsuf yang yakin atas sikap dasar baik manusia dan menyesalinya ketika dirusak oleh masyarakat.

39. Thomas Hobbes, filsuf yang mencari motif perilaku manusia sebagai makhluk yang naturenya ingin menguasai dan dikuasai

40. Machiavelli, filsuf yang memimpikan keutamaan dengan membedah paradoks kekuasaan: demi kekuasaan itu sendiri dan kemanusiaan

41. John Locke, filsuf yang bertolak dari ruang serba kosong dan steril, tabula rasa

42. David Hume, filsuf yang mencari kebenaran lewat probabilitas anti kausalitas

43. Rene Descartes, filsuf yang mencari keyakinan dengan keraguan total, universal

44. William Occam, filsuf yang mencari dasar realita dengan menggunakan “pisau cukur”

45. Don Scotus, filsuf yang mencari perbedaan essensial, prinsip individuasi, dari berbagai esensi benda-benda

46. Ibn Rush, filsuf yang mencari keberadaan tuhan lepas dari kepercayaan atas wahyu

47. Ibn Sina, filsuf yang mencari makna universal dari hal-hal partikular

48. Anselmus, filsuf yang menemukan ada tertinggi sebagai tuhan

49. Thomas Aquinas berfilsafat dengan menelusuri jalan demi jalan untuk mencapai satu , kebenaran/tuhan

50. Petrus Abeldarus, filsuf yang tegas menyimpulkan bahwa segala sesuatu eksis karena penamaan, tuhan pun hanyalah nama

51. St. Agustinus, filsuf yang berpikir dari kebersalahan diri dan terus mencari obat penebusan sebagai jalan berbudaya

52. Boethius, filsuf yang menalarkan filsafat sebagai bidang berpikir untuk kesenangan/kegembiraan hidup

53. Marcus Arelius, filsuf yang percaya pada satu pusat dunia sebagai pusat kekuasaan

54. Plotinus, filsuf yang paling yakin bahwa segala sesuatu berasal dan akan kembali pada yang satu, the one

55. Aristoteles, filsuf yang menemukan kebenaran pada nalar manusia sejauh terkait dengan data-data pengalaman indrawi

56. Plato, filsuf yang sangat yakin pada kebenaran abadi di balik segala sesuatu yang terdata lewat pengalaman

57. Phytagoras, filsuf yang terobsesi mematematikakan segala hal, salah satunya bunyi menjadi tangga nada

58. Para filsuf pra Socrates mencari zat dasar dari segala sesuatu yang ada

59. Socrates, filsuf martir demi mempertahankan kebenaran/nalar

Pengantar tersebut hanyalah fiksi. Tentunya segala kekurangan akan aku benahi sesuai dengan pemahamanku. Semoga bermanfaat, bila tidak maka manfaatkanlah!

“Sesungguhnya setiap manusia adalah filsuf, filsuf bagi dirinya sendiri. Dan sekolahku adalah alam semesta karena aku bisa belajar SEMUANYA dan SEMAUNYA (Winata:69)”

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut