Rabu, 07 Maret 2012

SUNYI

By: Eko Surya Winata


“Yang melingkupiku kini bukanlah keterkucilan, melainkan kesunyian yang indah. Pepohon di hutan ini pun bicara, bernyanyi, berpuisi; sopan, tak menggurui. Burung-burung berkicau menyuarakan kemerduan, bukan menyerapahkan makian. Rekah bebunga adalah kabar gembira tentang buah jerih payah yang bakal tiba. Tebing-tebing landai menyajikan damai. Reranting kuning merentang kenangan”


“Hai Winata, yang kau sering panggil itu diriku. Janganlah kau berharap puja untuk jaya dan lemah bilah dicaci. Karena sesungguhnya tidak ada yang suka dihina, termasuk aku; Tetapi keinginan untuk mendapat pujian sudah termasuk menghinakan dirinya. Dengarlah wahai diriku, setiap manusia akan melupakan apa yang dia mimpikan, apa yang dia harapkan, cita-citakan, yang dia permasalahkan, pada saat dia tidur; Karena sesungguhnya manusia hanya butuh tentram.”


“Oh inikah aku? Yang selalu bersama diriku dan selalu merasakan sunyi di malam harinya? Cobalah lihat semut di sampingku. Dia adalah yang berkata bahwa dirinya lebih hebat dari manusia. Dia tahu dengan keluar dari sarang dia akan terinjak, tergilas, terbunuh dan mati, namun demi mencari makan dia tetap membiarkan dirinya pergi keluar. Wahai Winata, hendaknya ajaklah diriku bertemu dengan seekor tikus, karena dia adalah yang tetap tinggal di tempat yang orang bilang kotor, menjijikan, jorok, hina; Namun ia tetap singgah di sana meski kita beri dia lantai yang berlapis emas. Dengarkan aku lagi wahai diriku yang mereka panggil kau itu aku, bila kau seekor kucing dan sekarang sedang tren menggong-gong; Maka janganlah kau ikut kursus menggong-gong, mungkin kau akan bisa, tapi apa kata orang bila melihat kucing yang menggong-gong. Winata, kita tahu bahwa laut itu indah, di sana terdapat banyak karang. Namun kita adalah ikan tawar, kita lebih memilih empang.”


“Duhai Winata, Hendaknya kau perlu berterima kasih pada matahari. Karena ia yang menyerap air di lautan, selokan, lubang-lubang di jalan, ingus di lubang hidungmu, dan air di mata hatimu. Lalu ia bersembunyi kala senja seakan tak harap puji. Dan langit di malam hari juga membawamu pada suatu kesadaran, bahwa ada benarnya teori relativitas Einstein; Bintang-bintang yang kau lihat sekarang barang kali adalah bintang yang sudah punah beribu tahun yang lalu, dan sinarnya baru sampai ke bumi; Sama halnya dengan mereka yang telah mendahului kita, mereka memang sudah tiada, tapi mereka masih ada di sini dalam karya, sensasi dan fantasi”


“Kau tahu bahwa sesungguhnya setiap manusia itu egois. Ketika kau beranggapan mereka egois, sesungguhnya kau juga egois, karena mengharapkan mereka sesuai dengan yang kau mau. Dengarlah Winata yang kucintai, sesungguhnya tidak ada manusia egois yang cocok dengan manusia lain melainkan dengan dirinya sendiri. Tetapi sunyi dalam kesendirian itu adalah keadaan yang tidak baik. Kau harus bertemu manusia lain, agar tahu bahwa kau tidak sendiri di bumi."


“Hai Winata yang aku meyakini hari terindah bagi ibumu adalah ketika kau dilahirkan ke bumi; Janganlah dirimu merasa malu, itu sudah menjadikan bukti bahwa kau ingin dinilai. Kau pun tahu, membuat orang lain senang adalah cara untuk membuat dirimu senang. Lakukan apapun untuk dirimu sendiri, bukan karena hal di luar dirimu. Aku mencintaimu, namun maaf aku lebih mencintai diriku”


“Kau puisi yang mustahil terwakili oleh diksi. Kata-kata lunglai di hadapan keelokanmu yang tak tepermanai. Bunyi bungkam citra pun buram, hanya kalbu sanggup bersitatap denganmu. Tak sehelai pun tali terlihat, tapi padamu aku terikat”


*) Lalu temanku telpon, mengingatkanku kalo besok ada kursus loncat indah jam 7 pagi.


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Posting Komentar

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut