Jumat, 02 Maret 2012

MATAHARI

Aku ingin menulis ini, setidaknya hanya bertujuan agar mereka tahu bahwa aku pernah ada di bumi.


Pada tahun 1930 Einstein pernah bertemu dengan Tagore, mereka diskusi macam-macam epistimologi , etika, ontologi dll... Seru deh coba aja browsing


Bareng Max Planck dan kopi yang berbicara tentang Agama dan Ilmu Alam, aku belajar memahami bahwa penghayatan seseorang itu berbeda-beda tentang kebahagiaan


Hey kawanku, Sentimentalitas, subjektivitas, perasaan, emosi, pengalaman, intuisi adalah basis dari perennialisme. Monggo dibaca Tagore, Vivekananda


Puasa dari ajaran berbagai agama untuk mengendalikan segala yang bersifat napsuan/histeria/testiria/hedonisme/barbarian


Dodi: “Moral itu tidak eksis di dunia ini karena itu tidak dapat ditemukan, yg ada hanya aksi manusia dan dinilai oleh manusia lain. Begitukah?”

Ekoswinata: “Tergantung, jawabannya akan berbeda antara kaum intuisionis, rasionalis, sampe pragmatis”

Dodi: “ Yang saya tulis jawaban rasionalis”

Ekoswinata: “ Beberapa filsuf berbeda pandang tentang moral, Baik itu sentimentalis ala Smith, Intuisionis ala W.D Ross, Utilitarian ala Bentham”


“Oh Hujan, kamu datang manusia sombong, kamu tidak datang juga manusia tetap saja sombong. Padahal kamu itu vital untuk bumi, karena menyekap carbon dioxida ke dalam bebatuan jadi kita bisa bernafas. Kebayang di Venus tidak ada hujan sama sekali, sementara itu letupan vulkanisnya tinggi jadi isi planetnya hanya gas beracun saja (Winata:69)”


Belakangan ini saya menikmati betul membaca dan menonton film dokumenter tentang Tata Surya. Saya menyayangkan, terlalu acuh terhadap indahnya matahari. Matahari adalah pusat dari segala-galanya. Betul adanya proklamasi Heliosentrisme dari Copernicus pada abad ke-16. Kita memang tergantung dengan mathari. Matahari tidak sekedar memancarkan sinar bagi planet bumi, tapi radiasi yang terpancar berupa energi, memungkinkan kehidupan di bumi.

Wajar bila sebagian besar sekte kepercayaan beraliran pada pemujaan matahari. Memuja Ra di mesir, Amaterasu di Jepang, Surya di India, dll. Misalnya dalam Chandogya: Aum: “Asau v deva-madhu, sesungguhnya matahari adalah madu para dewata”. Atau dalam Surya Upanisad: Seluruh makhluk sesungguhnya lahir dari Surya, dilindungi olehnya, dan nantinya melebur di dalamnya.


“Dari Surya maka lahirlah Bayu, bumi, air, api, langit, arah, para dewata, veda.” Menarik dikatakan arah, karena kita memang mengitari matahari.


Didin_Saputro: “Tapi orang Yunani ga tertarik sama matahari”

Ekoswinata: “Dewa Hellios, hingga disimbolkan oleh Plato”


Berterima kasih masih bisa merasakan hangatnya matahari. Mengingat 10 milyar tahun lagi energi di dalam surya akan habis.


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Posting Komentar

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut