Sabtu, 03 Maret 2012

Pengetahuan Adalah Sesuatu yang Disebar dan Berulang, Kebenaran adalah Suatu Hal yang Baru

Education is a social process. Education is growth. Education is, not a preparation for life; education is life itself. (John Dewey)


By : Eko Surya Winata


Pesona2 lama tentang kehebatan ras manusia, jenis kelamin atau fanatisme agama untuk merangsang nasionalisme mulai tidak manjur. Segala hal tentang siapa aku dan apakah baik atau buruk, berhasil atau tidak semuanya telah dipelajari sambil jalan. Ini cuma perjalanan dan kita bisa berubah semau kita. Karena permainan yang sebenarnya adalah mencari siapa diriku sebenarnya.

Sekolahku adalah alam semesta, disana aku bisa belajar semuanya dan semaunya. Pendidikan yang selama ini dibangun oleh kebudayaan kita, kebudayaan yang telah meminggirkan apa yang dianggap banal, chaotik, jelek, dan tidak baik adalah pendudukan atas generasi muda. Tak ada teori yang benar-benar sebagai sebuah kebenaran, setiap manusia memiliki teorinya sendiri untuk nyaman menjadi diri yang orisinil dalam berkarya.

Bila kau ingin bisa, maka belajarlah ilmu praktis. Tapi bila kau ingin mengerti, belajarlah filsafat (Anonimus). Bukan pendidikan, bila esensinya selalu bertentangan dengan esensi kreatifitas. Pandangan dunia manusia berbeda-beda; setiap orang punya pandangan dunia masing-masing yang unik. Dan segala hal yang kutemui itu sebenarnya ingin dikenal.

Sebagaimana Sokrates mengutip tulisan di Orakel Delphi: “Kenalilah Dirimu”. Tapi bagaimana? Diri tak menampilkan diri utuh dalam satuan waktu. Tak ada transparansi diri. Kita hanya mengenal diri lewat simbol. Diri kita bisa sangat akrab dengan kita, tapi di waktu lain bisa sangat asing. Apakah diri adalah satu kesatuan atau hanya kumpulan potongan-potongan pengalaman yang menghasilkan ilusi kesatuan? Apakah manusia memiliki pusat yang mengaturnya atau hanya fragmen-fragmen tingkah laku? Tapi menurut Kant: “Ego sebagai pusat diri dan otonom harus diandaikan ada. Jika tidak, tindakan manusia tak bermakna.

Dunia manusia adalah dunia serba kemungkinan. Manusia dapat memaknai apa yang nyata di depannya menjadi sesuatu ‘yang mungkin’ atau memilik kemugkinan makna lain. Menurut vitalilisme, manusia memiliki energi besar untuk berkembang lebih jauh lagi dari sekarang; lebih unggul lagi. Evolusi manusia tidak berhenti sampai manusia kini, manusia dapat berkembang lebih jauh lagi. Manusia memiliki energi hidup, elen vital, yang memungkinkannya membangun peradaban. Manusia mempunyai 3i; Instinc, intuition, dan intelegence. Intuisi mengandung kehendak bebas.

Pengetahuan adalah sesuatu yang disebarkan, sedangkan kebenaran adalah sesuatu yang baru. Kebenaran mengkonstitusi subyek, karena tak ada subyek tanpa kebenaran. Kebenaran, pertama-tama, adalah hal baru; sebuah proses yang berlangsung dalam kenyataan. Kebenaran awalnya adalah lubang dalam himpunan pengetahuan. Sesuatu yang tadinya tak diketahui, lalu dengan kesetiaan dibuktikan. Apa yang ada sekarang bukan dasar dari kebenaran. Tapi kesetiaan pada kebenaran dan ikhtiar menampilkannya dalam kenyataan jadi kriterianya. Di dunia selalu ada yang luput dari penandaan; sesuatu yang dianggap kosong; belum dipresentasikan. Kejadian kebenaran berasal dari situ. Setiap lubang yang tertutupi , celah yang terjembatani oleh kebenaran, membawa manusia pada pemahaman yang lebih lengkap. Tapi dunia tak terbatas, meski lebih lengkap dan lebih lengkap lagi kita memahami dunia, selalu ada yang luput. Kebenaran selalu terbuka.


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Posting Komentar

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut