Jumat, 02 Maret 2012

Berceloteh Sedikit Tentang Kesadaran


By: Eko Surya Winata


Istilah ‘Conscious’ dan ‘Consciousness’ diturunkan dari kata latin ‘Cum’ (Bersama Dengan) dan ‘Scire’ (Mengetahui). Dari asal katanya, istilah sadar dan kesadaran mengandung juga pengertian adanya keterarahan pada obyek tertentu. Sadar dalam arti mengetahui sesuatu mensyaratkan adanya obyek sebagai sesuatu yang diketahui; sadar terhadap obyek tertentu.

Tidak mungkin tanpa keterarahan terhadap obyeknya (Searle, 1983). Dalam terminologi fenomenologi, kesadaran selalu mengandung intentionality (keterarahan). Kesadaran tampil dalam bentuk gradasi, dimulai dari sadar sebagai satu keberadaan obyek lain hingga sadar akan keberadaan Diri sendiri. Setelah kesadaran terhadap diri sendiri terbentuk, baru dimulaikan kesadaran sebagai aku. Kesadaran sebagai aku meningkat, menyadari aku yang sedang menyadari obyek tertentu, dan masih dapat meningkat terus.

Seseorang dikatakan menyadari sesuatu saat ia punya pemikiran tentang sesuatu itu sebagai hal yang hadir, secara langsung atau sebagai citra di benak. Seseorang dapat memahami sesuatu itu tidak terindra olehnya pada saat itu. Seseorang dapat menyadari keadaan mental sadarnya yang menanggapi sesuatu tanpa disertai pengindraan. Manusia dapat memiliki pemikiran tentang benda-benda, mampu memikirkan hal tanpa harus bersentuhan dengan mereka. Kemampuan memikirkan benda tanpa bersentuhan langsung disebut ‘pikiran yang tingkatnya lebih tinggi’ (Higher Order Thoughts).

Higher order thoughts (HOT’s) merupakan second order thoughts dibanding pikiran pasif yang menerima informasi tanpa diolah. HOT’s tak selalu dan tak perlu sadar untuk dapat bekerja. Orang dapat menceritakan yang dialami meski tak sengaja mengingat kejadia itu. Seseorang dapat mengemudi mobil sambil ngobrol dan ia tetap dapat menyadari dirinya yang sedang mengemudi. HOT’s bekerja di situ. HOT’s dapat terjadi meski orang yang mengalaminya tidak menyadari ia sedang berpikir. HOT’s dapat disadari oleh orang yang mengalaminya, bahkan dapat dievaluasi sedemikian rupa. Agar sebuah HOT’s dapat disadari, orang harus memiliki sebuah tingkat kesadaran yang lebih tinggi lagi; introspeksi/ ‘third other thought’.

Introspeksi memungkinkan muncul “Self-Awarness” dan “Self-Consciousness”. Introspesksi merujuk pada kondisi seseorang yang sadar secara sengaja dan penuh perhatian akan keadaan mentalnya. Lebih jauh lagi, orang juga dapat menyadari introspeksi dan mengevaluasinya. Derajat kesadaran yang menyadari introspeksi lebih tinggi dari introspeksi dan dapat disadari juga oleh kesadaran yang lebih tinggi lagi. Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang semakin mampu ia mempertemukan berbagai kesadaran yang lebih rendah; semakin luas pemahamannya. Dengan kesadaran yang bertingkat, manusia menyadari keberadaannya di dunia bersama manusia lain dan hubungannya dengan yang lain.

Diri dihasilkan oleh kesadaran dan merupakan kumpulan kesadaran. Aktivitas diri adalah menyadari. Orang bisa tidak menyadari kesadarannya.


“An unconcious consciousness is no more a contradiction in terms than an unseen case of seeing” (Franz Ciemens Brentano)


Identitas diri adalah kesadaran pribadi sebagai “Aku adalah....”; suatu pendefinisian pribadi. Diri sebagai kesadaran pribadi memiliki properti mental yang mengarahkannya kepada obyek dan rangkaian peristiwa di luarnya. Kesadaran membuat masalah badan dan jiwa sulit untuk dipecahkan, kalau tak mau dibilang tak dapat dipecahkan. Tak ada masalah yang dapat diselesaikan dengan tingkat kesadaran yang sama dengan tingkat kesadaran yang menghasilkan masalah itu.

Jenis kesadaran berdasarkan fungsi:

Phenomenality yaitu kesadaran seseorang menjalani sebuah pengalaman, seperti menghirup wangi bunga.

Akses Global, kesadaran aktif untuk mengakses, memahami dan menanggapi objek-objek di luar Diri.

Refleksivitas/Kesadaran Diri, kesadaran yang tertuju ke diri sendiri, mencermati diri; refleksi diri.


“Kesadaran adalah hidup kita” (John Searle)


Sartre membedakan kesadaran menjadi

Kesadaran Pra-Reflektif; dan

Kesadaran Reflektif


Kesadaran Pra-Reflektif adalah kesadaran yang langsung terarah kepada obyek perhatian tanpa direfleksikan. Kesadarn Pra-Reflektif disebut juga ‘Kesadaran yang Tak-Disadari’ sebab subyek tak sengaja memberi perhatian pada obyek dan prosesnya. Kesadaran Reflektif adalah kesadaran yang menjadikan apa yang diperoleh kesadaran menjadi tematik dalam refleksi dan pemahaman manusia. Kesadaran Reflektif adalah kesadaran yang membuat kesadaran yang membuat kesadaran yang tidak-disadari menjadi sadar atau menjadi kesadaran yang disadari.

Dalam Kesehariannya manusia didominasi oleh Kesadaran Pra-Reflektif. Pada umumnya orang mengarahkan kesadarannya pada obyek, bukan pada diri dan apa yang diperbuatnya. Dengan merefleksikan apa yang ia perbuat, manusia dapat memahami makna tindakannya dan membawanya ke pemahaman tentang dirinya.

Kesadaran Reflektif menjadikan Kesadaran Pra-Reflektif sebagai obyek. Dengan Kesadaran Reflektif, manusia menjadikan dirinya tak hanya sebagai makhluk yang larut  oleh ‘lalu-lintas’ obyek. Dengan Kesadaran Reflektifnya, manusia menyadari mengapa ia menanggapi suatu obyek dan mengabaikan yang lain. Kesadaran Reflektif memungkinkan manusia mengafirmasi atau menegasi ‘ada’ (being), mengafirmasi atau menegasi kenyataan. Dengan tidak larutnya manusia dalam aliran ‘ada’ dalam dunia, manusia terbebas dari relasi-relasi kausal. Dengan kesadaran reflektif manusia memutus kausalitas.


Referensi

Rosenthal, 2000. How Many Kinds of Consciousness


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Posting Komentar

Tayangan halaman minggu lalu

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Kunang-kunang, dulu aku kecil, kau-pun juga. Sekarang aku besar, tapi kau masih tetap saja kecil. Andai ada kunang-kunang sebesar diriku, maka akan teranglah dunia.

Pengikut